Saturday 7 December 2013

"Cerpen I Give You My Love"



Bingung mau bikin cerita yang mana, yang ini apa yang misteri. Selama beberapa hari kebingungan akhirnya diputuskan bikin cerita ini aja.

"Cerpen I Give You My Love" ini terinspirasi dari sebuah film berjudul I Give You My Firs Love. Judulnya hampir sama namun ceritanya berbeda. Namanya aja terinspirasi jadi berbeda kan ya!




Ok Happy reading aja ya Untuk semua.







Duk duk duk suara bunyi pantulan bola basket menggema di sekitar lapangan, terlihat seorang gadis sedang mendribbli bola basket lalu melemparnya kearah ring.

Syuuut Brang

"Ihsttt sial"Umpatan keras terdengar dari mulut mungilnya, rambut yang dikuncir ekor kuda melambai - lambai seirama hentakkan kakinya saat berlari untuk mengambil bola yang terpantul.

Berusaha kembali mendribbling bola dengan kecepatan penuh lalu bersiap menshooting namun lagi - lagi gagal karena bola kembali terpantul untuk kesekian kalinya membuat gadis manis itu menggeram marah.

"Ach rese, kenapa semua nggak ada yang ngerti perasaan gue, mama, papa dan bahkan bola yang selama ini gue jadiin teman!" Teriaknya frustasi karena merasa tidak ada yang memperdulikan bagaimana perasaannya yang sebenarnya.

Gadis itu duduk dengan napas yang tersengal - sengal sambil sesekali mengusap keringat yang ada di keningnya dengan mata tajam setajam tatapan elang ke arah depan.

"Lagi - lagi Hani, Hani, dan Hani terus" Katanya penuh amarah menunjukkan kemarahannya saat ini sedang memuncak, dan dia terlihat sedang berusaha mengendalikannya "Kenapa nggak ada yang mempedulikan gue" Lanjutnya sambil menggeleng - gelengkan kepalanya dengan kasar hingga rambut yang dikuncir rapi menjadi berantakan.

Napasnya semakin menderu dan terengah -engah karena luapan emosi yang sedang ia lakukan "Tarik napas, huuuf" Gumamnya sambil menaikkan kedua tangan sampai bahu "Keluarkan huuuh" Lanjutnya saat menurunkan kedua tangan beberapa kali ia lakukan hal yang sama seperti itu.

Duuk duuk duuk bunyi suara pantulan bola terdengar olehnya membuat pemilik mata hitam bening dengan tatapan tajam itu menoleh dan mendapati seoarang pemuda berdiri tak jauh dari tempatnya duduk sedang mendribbel bola basketnya.

Membuat gadis itu menatap pemuda itu dengan wajah yang sok dan mulut yang terbuka lebar, ia sama sekali tidak menyangka akan ada orang di lapangan ini selain dirinya, ia juga merasa yakin bahwa dari tadi dia bermain sendirian dan selama ini tidak ada yang pernah memergokinya sedang bermain disini.

Sang pemuda hanya diam dan tersenyum menunjukkan lesunng di kedua pipinya terlihat jelas dan manis, bersiap - siap melempar bola ke arah ring dengan jarak cukup jauh dan

Syuuut Blang bola itu masuk dengan sempurna menambahkan keterkejutan gadis itu yang kini sedang menatap ring dan pemuda tadi secara bergantian.

"Bagaimana bisa dia melakukan itu" Gumam sang gadis merasa takjub dengan keahlian yang dimiliki oleh pemuda itu.

"Gue kasian melihatnya" Ucap pemuda itu ketika berdiri tepat didepan sang gadis, membuat gadis itu menatapnya sambil mengerutkan kening "Melihat bola yang dilempar secara kasar seperti itu, seharusnya loe bisa lebih lembut kepada bola loe" Lanjutnya sambil duduk di depan gadis yang kini memandangnya dengan kesal karena secara tidak langsung pemuda itu menyinggung perasaannya.

"Cih, apa - apaan dia!" Gumam sang gadis sambil membuang muka dan melihat bola basketnya yang jatuh tak jauh dari ring.

"Bagaimana bola mau masuk ke dalam ring, jika loe melemparnya seperti itu" Ucap pemuda itu yang kini dengan jelas - jelas menyinggung perasaan sang gadis itu, membangkitkan amarah sang gadis yang dari tadi berusaha ia kontrol kini mencuat kembali. "Kalau loe marah dengan seseorang jangan loe lampiaskan sama bola loe, Bola itu tidak bersalah, dan tidak seharusnya loe bersikap seperti itu" Cecarnya sambil menengok kearah gadis itu yang kini sedang berusaha menahan amarahnya.

"Ih nih cowok apa - apaan sih!bikin gue tambah kesal aja nih orang" Katanya sambil bangkit dan berjalan ke arah bola, bersiap untuk meninggalkan lapangan.

"Tunggu, loe mau kemana?" Tanya sang pemuda yang heran merasakan gadis itu berjalan menjauhinya

"Gue mau kemana itu bukan urusan loe, dan juga soal gue yang melampiaskan amarah gue ke bola atau nggak itu juga bukan urusan loe. Jadi nggak usah ikut campur urusan orang" Cecar sang gadis dengan nada kasar karena emosinya, membuat pemuda itu hanya tersenyum menunjukkan kembali lesung yang dimilikinya

"Ih nih orang beneran rese, dimarahin malah senyum - senyum nggak jelas" Gumam gadis itu dalam hati lalu berbalik dan hendak melangkah pergi, namun saat beberapa langkah ia berbalik dan melihat pemuda itu masih tersenyum.

"Dan satu hal lagi, loe itu siapa dan sejak kapan loe ada disini?" Tanya sang gadis dengan nada angkuhnya namun membuat pemuda itu tersenyum manis kepada gadis itu.

"Gue hanya orang lewat yang kebetulan ngeliat permainan loe yang terlalu emosi" Jawabnya penuh penekanan di kata terlalu emosi sambil menunjukkan ekspresi bahwa maksud terlalu emosi adalah tidak bagus sama sekali, membuat gadis itu mendengus dan pergi meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.




****

"Dia pikir dia siapa? berani - beraninya dia, apa dia orang yang bisa mengerti perasaan bola. Pelindung bola basket yang menjadi pelampiasan kekesalan gitu" Gumam gadis itu sambil berjalan dan sesekali memantulkan bola basket yang dibawanya ke tanah.

"Benar - benar bikin emosi gue tambah naik aja" Lanjutnya saat berhenti di depan pagar sebuah rumah

minimalis, memindahkan bola yang ketangan kirinya, tangan kanan ia gunakan untuk membuka hendel pintu pagar. Lalu sambil menarik pita yang tersemat dirambutnya sambil merapikan sedikit rambut yang tadi sempat berantakan karena ulahnya ia memencet bel pintu utama rumah yang terkesan sepi itu.

"Eh non Hana udah pulang" Sapa seseorang dari dalam rumah saat membuka pintu dan mendapati Hana yang sedang melepaskan sepatu sekolahnya dan meletakkan sepatu itu di rak lalu berjalan masuk ke dalam rumah.

"Bibi kira non ke rumah sakit langsung" Kata Bibi itu sambil menutup pintu rumah, Hana hanya menggeleng untuk menjawab pertanyaan sang bibi.

"Aku mau ke kamar dulu, kalau mau nyiapin makanan, siapin aja bi! Jangan lupa tolong bikinin aku jus mangga ya bi" Perintah Hana saat dia hendak menuju kamarnya yang berada di lantai dua sambil membawa bola basketnya. Sang bibi hanya mengangguk patuh dan pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan buat nonanya.

Hana melepaskan tas ranselnya lalu meletakkan di lemari buku lalu ia merebahkan badannya ke atas kasur, seharian ini emosinya benar - benar meluap. Dari di sekolah ia harus berurusan dengan hukuman gara - gara buku tugasnya tertinggal, dan saat meminta tolong kepada mamanya. Mamanya beralasan tidak bisa meninnggalkan Hani yang sedang dalam pemeriksaan. Pertandingan basket yang sebentar lagi akan diharapkan dihadiri oleh seluruh keluarganya atau salah satu dari mereka namun harapannya sia - sia karena tidak ada satu orang pun dari keluarganya yang datang menyemangatinya.

Kebiasaan melampiaskan emosi yang sering ia lakukan dengan cara bermain sendiri di lapangan komplek rumah terganggu oleh kehadiran seorang yang mengatakan dirinya hanya sebagai orang lewat saja. Mengingat kejadian - kejadian itu membuat Hana hanya menghela napas dan membenamkan wajahnya di atas bantal.

"Kenapa........... Kenapa nggak ada yang ngertiin perasaan gue, sampai kapan gue di lupain, sampai kapan gue nggak pernah dianggap oleh mereka" Kata - kata itu tidak terdengar jelas karena Hana membenamkan wajahnya di atas bantal membuat ia bisa meluapkan emosi yang sedang menyelimuti hatinya tanpa takut terdengar oleh orang rumah.

Beberapa saat Hana membiarkan wajahnya terbenam di atas bantal, setelah itu ia memiringkan wajah dan mendapati sebuah foto dua orang yang wajahnya sangat mirip dan bertuliskan Hana & Hani di bingkainya.

Wajah mereka terlihat sangat mirip dengan sedikit perbedaan yang terletak pada sisi matanya,

Hana mempunyai mata hitam pekat dengan tatapan tajam setajam elang membuat siapa saja yang mendapat tatapan tajam merasa takut dan terintimidasi mata turunan dari sang ayah yang memiliki mata persis seperti Hana, sedangkan Hani saudara kembarnya memiliki mata coklat terang penuh kelembutan membuat siapa saja yang melihat matanya bisa merasakan kelembutannya turunan dari sang Mama yang memiliki mata seperti Hani..

Drrrrrt, Drrrrt bunyi getaran handphone yang berada tak jauh dari foto itu mengalihkan perhatian Hana yang sedang memperhatikan fotonya bersama Hani, Hana dengan malas mengambil handphonenya dan membaca pesan masuk yang membuat hpnya bergetar.

From Hani

"Gimana pertandingannya? Loe harus kesini secepatnya"

Pesan dari saudara kembarnya membuat Hana tersenyum karena dari semua orang yang dia harapkan untuk bertanya setiap kejadian yang dialaminya baik di sekolah maupun dimana saja hanya Hani lah yang antusias mendengar ceritanya. Itu membuat Hana melupakan rasa kecewanya kepada sikap orang tuanya yang seakan - akan melupakan keberadaan Hana dengan sibuk mengurusi keadaan Hani yang memang tidak sesehat Hana.

"Ok gue bentar lagi kesana" Tulis Hana bersiap untuk mengirim pesan balasan ke pada Hani, namun diurungkannya dan malah menghapus tulisan itu, lalu lebih memilih beranjak dari tidurnya menuju kamar mandi dengan seringan jahil menghiasi bibir mungilnya.

"Biarin dia penasaran dan menunggu kehadiran ku" Gumamnya dalam hati sambil memasuki kamar mandi.




****




Hana berjalan sambil memainkan big babool yang ada di mulutnya dengan tenang ia memasuki sebuah rumah sakit swasta yang letaknya sedikit jauh dari tempat tinggalnya. Dengan mantap ia berjalan ke ruangan yang sudah sering ia kunjungi tanpa merasa kebingungan sama sekali. Baginya rumah sakit ini adalah rumah kedua dan rumah pertama untuk kedua orang tuanya yang sangat jarang pulang ke rumah, dan juga bagi Hani yang memang semenjak SMP sudah menetap disini sebagai pasien terawet katanya.

Hana berbelok dan menemukan Mamanya sedang berbincang dengan seorang suster di depan ruangannya, alih - alih mau ke ruangan Hani, Hana memilih untuk ke ruangan mamanya terlebih dahulu.

"Hai sayang, baru nyampe ya?" Sapa sang Mama saat dia menyadari keberadaan Hana yang berada dibelakangnya, Hana hanya mengangguk sambil menggelembungkan big babool yang berada di mulutnya.

"Ok sus gitu aja laporannya" Kata Mama Hana kepada suster yang tadi menjadi teman berbincang.

"Baik dok, saya permisi dulu. Mari Hana" Pamit suster tersebut sambil tersenyum kearah Hana yang juga tersenyum.

"Gimana tadi tentang buku tugasnya?" Tanya sang Mama sambil membukakan pintu ruangannya lalu masuk diikuti oleh Hana dari belakang.

"Ya dihukum lah, mau gimana lagi" Kata Hana sambil duduk di kursi yang sering ia duduki jika berada di ruangan mamanya.

"Lain kali jangan sampai ketinggalan lagi nak! Kan nggak enak kalau kena hukuman cuma gara - gara bukunya ketinggalan " Nasihat Mamanya membuat Hana hanya memutar bola matanya jengah.

"Bisa saja Hana nggak kena hukuman, kalau mama mau nolongin Hana buat mengantar buku itu" Kata Hana protes karena sikapnya mamanya.

"Maafin mama karena nggak bisa ngaterin buku kamu, tadi Hani sempat terkena serangan dan Mama nggak bisa meninggalkannya" Ucap Mamanya memberikan alasan yang mungkin sudah ke seribu kalinya Hana dengar saat ia membutuhkan pertolongan mamanya.

"Apa mama akan berkata seperti itu jika aku butuh mama saat aku menemui ajalku?" Ucap Hana dengan nada pelan namun bisa didengar oleh sang mama.

"Hana" Pekik sang Mama membuat Hana menunduk namun terasa bosan untuk mendengarkannya "Kamu jangan bicara seperti itu, kamu sama Hani sama - sama pentingnya bagi mama, lagi pula kamu udah besar nak, kamu harus ngertiin perasaan mama yang cemas karena kesehatan Hani, coba kamu bayangkan saat Hani mendapatkan serangan tanpa adanya mama disampingnya, kamu harus mengerti bahwa Hani sangat membutuhkan mama" Lanjut sang Mama dengan nada mengiba.

Hana tau kalau dia memprotes sikap mamanya yang seakan akan melupakan keberadaannya, mamanya akan bersikap seperti ini. Itu membuat Hana hanya menundukkan kepala meski dia sangat ingin meluapkan emosinya.

"Jadi menurut mama aku tidak membutuhkan mama, dan mama merasa aku sama sekali membutuhkan kasih sayang mama" Alih - alih berkata demikian Hana hanya memendungnya dalam hati karena merasa sia - sia saja untuk berdebat dengan sang Mama.

"Kalau begitu aku permisi Ma, aku mau ke ruangan Hani" Kata Hana sambil bangkit dan menundukkan tidak ingin memperlihatkan muka kecewanya dihadapan sang Mama.

Mama hanya mengangguk dan menggemgam tangan Hana sebelum Hana beranjak dari tempat duduknya

"Mama mohon sama kamu, ngertiin perasaan Mama! Ngertiin kondisi Hani dan kondisi yang seperti ini" Kata sang Mama memelas sambil berusaha menatap mata tajam Hana.

Hana yang tidak ingin mendengar Mamanya bersedih hanya bisa mengangguk meski ia merasa sikap mamanya tidak adil, ia lalu perlahan - lahan melepas tangan sang mama dan beranjak menggabai pintu.

"Oiya kapan Mama mau melihat pertandinganku?" Tanya Hana sambil menengok kearah mamanya, mendengar perkataan Hana, Mamanya menepuk jidat merasa melupakan sesuatu.

"Mama lupa sayang, untung kamu mengingatkan! Kapan pertandingannya mama janji pasti datang. Kamu bisa memegang janji Mama" Jawab sang Mama sambil tersenyum semanis mungkin agar bisa meyakinkan Hana

Mendengar jawaban mamanya Hana hanya bisa tersenyum simpul lalu mengalihkan pandangannya.

"Mama nggak repot - repot berjanji nggak usah repot - repot dateng juga. Karena hari ini pertandingannya dan Aku kalah dalam pertandingan itu" Kata Hana sambil memandang Mamanya penuh dengan kekecewaan lalu membuka pintu dan berjalan meninggalkan ruangan Mamanya tanpa bisa menahan air mata yang mengalir lembut dipipinya.







To be continue




Kayaknya cerpen ini akan banyak menguras air mata, tapi nggak tau ntar ding hehehehehe

1 comments:

ladokadar said...

Wynn Las Vegas and Encore Restaurants - JTM Hub
LAS VEGAS (KTNV) — Wynn Las Vegas and 파주 출장샵 Encore Restaurants are 평택 출장안마 pleased to announce that 서산 출장마사지 the opening of 강원도 출장마사지 Wynn's Encore 의정부 출장안마