Tuesday 9 July 2013

Cerpen Misteri "Mencari Sebuah Bukti"

Haduh Udah lama sekali nggak nulis kelanjutan cerpen ini. Dari kemarin males banget buat nulis diperparah dengan nggak ada ide buat nulis jadi maklum deh kalau kelanjutan cerpennya lama. :-)







Cerpen Misteri "Mencari Sebuah Bukti"

Setelah kejadian beberapa hari yang lalu aku putuskan untuk membantu Aira, meski aku tak tau harus memulai dari mana pencarian bukti untuk memecahkan misteri kematian Aira.

Ku coba mencari bukti di sekolah mencari sebuah data Aira di perpustakaan, bertanya pada petugas Tata Usaha untuk melihat data tentang Aira, namun usahaku ternyata sia - sia karena aku tidak diperbolehkan melihat data pribadi siswa yang lain. Setelah merasa sia - sia untuk meyakinkan petugas TU, Aku putuskan untuk kembali ke kelas dengan terus memikirkan tentang bagaimana cara untuk mencari bukti yang ada. Langkahku terhenti ketika berada di depan ruang musik, ketiaka aku merasa ada yang memperhatikanku di depan ruang musik. Ku dapati seseorang yang sedang berdiri menyandar di dinding depan ruang musik dan tersadar saat mataku bertatapan dengan mata kak Tio. Ia orang yang menarik perhatianku untuk berhenti adalah kak Tio.

Dia terus menatapku tanpa tersenyum, membuatku sedikit salah tingkah. Dadaku sedikit sesak, perasaan takut tiba - tiba menghampiri tanpa ku sadari entah dari mana asalnya.

Kak Tio terus menatapku dan berjalan pelan menghampiriku, aku hanya bisa berdiri mematung sambil terus menunduk tanpa bisa menggerakkan kakiku untuk segera pergi dari hadapannya.

"Bukankah sudah ada yang memperingatimu untuk tetap diam dan jangan berbuat apa -apa" Kata Kak Tio setelah beberapa centimeter dihadapanku.

Ku beranikan diri untuk mendongakkan kepala, wajah Kak Tio begitu dekat dengan wajahku, ia menatapku dengan tajam dan tersenyum sinis yang menakutkan.

"Apa maksud dari perkataan kakak?" Tanyaku sambil mengerutkan kening merasa bingung dengan ucapan Kak Tio

"Kau bahkan nggak tau apa yang aku katakan, jadi ku pikir kau juga tak perlu tau apa yang terjadi dengan dia sebelumnya. Lebih baik kau hentikan saja semua tindakan yang kau lakukan untuknya. Dan tetap bersikap manis saja seperti biasa atau kau akan menyesal atas perbuatanmu, kau mengerti" Kata Kak Tio dengan penuh penekanan sambil mengusap rambutku dan tersenyum kepadaku, sebelum ia pergi meninggalkanku.

Otakku beku tak bisa mencerna kata - kata Kak Tio, aku masih mencari - cari apa maksud dari perkataannya.

"Tunggu" Sebuah kata yang tiba - tiba terucap dari bibirku, Kak Tio pun menghentikan langkahnya dan berbalik menghadapku.

Ku hembuskan napas sejenak sebelum berjalan menghampiri kak Tio. Ku tatap mata Kak Tio dalam saat sudah bearda didekat Kak Tio.

"Jika yang kakak maksud adalah dengan tetap diam dan menutupi sebuah kebenaran, tetap bersikap manis meski seseorang membutuhkan kebenaran tersebut, dan tetap berdiam diri disaat melihat seseorang yang sedang sekarat membutuhkan bantuan kita hingga akhirnya dia tewas karena sikap diam kita. Seperti itukah maksud kakak?" Kataku panjang lebar tanpa mengalihkan pandanganku dari Kak Tio. Ku lihat raut wajah Kak Tio berubah sedikit tercengang dan tidak tenang seperti sebelumnya

"Jika itu yang kakak maksud, aku lebih memilih bergerak dan mencoba menolong seseorang yang mungklin sudah tidak ada, namun dia masih membutuhkan kebenaran atas kematiannya terungkap, meski nyawaku menjadi taruhannya. Daripada berdiam diri dan menyesal seumur hidup karena tak dapat menolong sesorang yang mungklin saja berarti untuk ku" Kataku dengan penuh penekanan disetiap kata pada Kak Tio dan pergi begitu saja meninggalkannya dengan raut muka yang masih tercengang karena perkataanku.

Setelah jauh dari ruang musik, aku bisa bernapas lega dan duduk disebuah anak tangga yang menuju ke kelasku. Entah dari mana keberanian untuk mengungkapkan semua itu muncul padahal sebelumnya aku hanya bisa terdiam saat mendengar perkataan kak Tio.

Dadaku sesak dan napasku mulai tak beraturan, berkali - kali aku coba untuk mengatur napasku tapi tetap saja masih tidak beraturan.

"Kau harus menolongku Aira, karena aku ingin kembali dengan tenang" Kata seseorang yang entah sejak kapan berada disampingku. Ku toleh kepalaku kearah sumber suara, terlihat seseorang yang sedang duduk sambil menunduk, gaya rambut dan perawakan tubuhnya mirip sekali denganku, ku coba untuk melihat wajahnya yang tertunduk namun tidak bisa karena tertutup oleh rambutnya.

"Orang yang selama ini aku percaya malah dia yang menyebabkan aku seperti ini" Katanya tanpa menoleh kepadaku.

Tubuhku merasakan hawa dingin menyergap meski cuaca sedang panas, aku menggigil dan merasakan merinding di dekatnya.

"Jadi aku mohon bantulah aku agar bisa terbebas dari sini" Katanya sambil menatapku, Tubuhku terpaku melihat tatapan matanya yang kosong dan dingin seperti hawa yang sedang aku rasakan, wajah pucat dengan bibir yang kebiru - biruan dan sedikit ada lingkaran hitam pada matanya membuatku sangat ketakutan.

Rasanya ingin sekali aku berteriak namun lidahku kelu hingga tak bisa mengucapkan sepatah katapun, ingin rasanya aku berlari namun tubuhku terpaku akan tatapan mata kosong dan dinginnya, hingga aku tak bisa berbuat apa - apa.

***

Sayup - sayup ku dengar suara yang memanggilku, kucoba dengan perlahan membuka mataku untuk melihat siapa yang memanggilku.

"Aira kamu nggak apa - apa" Kata Roni saat aku membuka mataku, ku edarkan pandangan ke seluruh ruangan tanpa mempedulikan raut khawatir dari Roni

"Dimana aku?" Tanyaku merasa asing dengan tempat ini

"Kamu di UKS tadi kamu pingsan didekat tangga" Kata Roni, aku hanya bisa menghela napas mendengarnya.

"Kamu itu sebenarnya kenapa Ra, akhir - akhir ini kamu aneh, apa kamu sakit?" Tanya Roni

Aku menatapnya sejenak, menimbang apakah aku harus menceriatakan kejadian yang sebenarnya kepada Roni.

"Jika aku menceritakan yang sebenarnya apa kamu percaya Ron?" Tanyaku sambil menatap Roni dengan penuh arti.

"Tentu saja aku percaya sama kamu Ra! Emang sebenarnya kamu kenapa Ra??" Tanya Roni.

"Apa kamu percaya kalau Aira mati karena bunuh diri?" Tanyaku kepada Roni yang membuatnya mengkerutkan kening

"Kenapa kamu tanya seperti itu Ra?" Tanya Roni yang heran dengan pertanyaanku.

"Jawab saja apa yang aku tanyakan tadi" Kataku sambil bangkit duduk di tepi ranjang uks

Ku lihat Roni menghela napas dan nampak sedikit menunduk.

"Sebenarnya aku nggak percaya kalau Aira itu mati karena bunuh diri, tapi polisi mengatakan semua itu murni bunuh diri jadi aku hanya bisa menerima saja" Kata Roni dengan raut kesedihan

"Apa kamu nggak curiga, bagaimana bisa Aira yang begitu periang dan optimis bisa berpikiran sesempit itu, padahal kamu mengenalnya sejak kelas lima SD, apa kamu bisa menerima itu dengan begitu saja tanpa ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi" Kataku panjang lebar dengan nada sedikit marah. Perasaan begitu kecewa mendengar perkataan Roni tak bisa aku pungkiri, meski aku tak tau kenapa aku marah seperti ini.

"Ra, kamu kenapa ko' kamu marah seperti itu" Kata Roni yang heran dengan tingkahku.

"Asal kamu tau, Aira sahabat kamu dia bukan mati bunuh diri. Dia mati karena dibunuh dan arwahnya tak bisa pergi dengan tenang karena kasusnya belum terselesaikan"Kataku dengan nada marah, tanpa ku sadari air mataku mengalir sendiri.

Roni tercengang mendengarnya ia kaget kenapa aku bisa mengatakan seperti itu.

"Kenapa? Kamu heran kenapa aku tau semua tentang Aira?" Tanyaku pada Roni, Roni hanya bisa mengagguk pelan.

"Karena aku selalu dihantui olehnya, dia selalu datang dalam mimpiku semenjak aku pindah ke daerah ini" Kataku dengan nada sedikit tenang dari sebelumnya. Roni hanya bisa menatapku bingung.

"Dia meminta bantuan kepadaku untuk bisa mengungkapkan kasusnya, dia begitu menderita dan sangat ingin pergi dari sini dengan tenang Ron" Lanjutku sambil terisak karena tak bisa membendung tangisku lagi.

"Tapi aku bingung dari mana aku harus menolongnya, karena sebuah mimpi tak bisa dijadikan sebuah bukti dari kebenaran yang tertutupi" Kataku sambil mengusap air mataku.

Roni yang sedari tadi bingung dengan apa yang aku katakan, kini mulai memahaminya. Roni mencoba menguatkanku dengan cara memenggenggam tanganku.

"Kita akan lakukan bersama, kita akan ungkap kasus Aira bersama" Kata Roni sambil menatapku dengan penuh keyakinan.

"Terimakasih Ron" Kataku sambil tersenyum menatapnya.

To be Continue


Waaah
keliatan nggak niat banget buat nerusinnya :-(
Sebenarnya niat sih niat, tapi nggak tau kenapa lagi bleng soal ide buat nulis

Buat yg setia baca cerpenku, penulis ucapin terimakasih banget.
N Satu lagi, besok kita udah mulai puasa, Penulis ucapin Marhaban Ya Ramadhan maafin semua kesalahan penulis ya..............
Moga Amal ibadah kita diterima Allah SWT. Aamiin ya Robbal alamin :-)


0 comments: