Saturday 22 June 2013

Cerpen Misteri : Cerpen Misteri Kematian Aira

Udah lama yak nggak nulis ngelanjutin ni cerpen, Kemaren - kemaren sempet ilang idenya N males banget buat nulis jadi kelanjutannya lama deh. Ya udah nggak usah banyak ngomong, mending langsung baca aja ya!

Jangan lupa sarannya ya! :-)






Cerpen Misteri : Cerpen Misteri Kematian Aira

Tok tok tok

Bunyi dari sebuah bola bekel yang ku hentakkan memecahkan keheningan saat duduk termenung didepan rumah, tanganku asyik memainkan bola namun pikiranku menerawang entah kemana.

Begitu banyak yang aku pikirkan sekarang ini, saat teka - teki tentang mimpi burukku sedikit terungkap namun aku tak bisa berbuat apa - apa karena dibingungkan oleh fakta bahwa sebuah mimpi tak bisa membuktikan apa - apa tentang kematian Aira, meski hati ini sangat ingin mengungkap kematian dan menangkap pelaku pembunuhannya.

Tanganku mulai merasa bosan dengan aksi melempar, jadi bola yang ada ditanganku berubah gaya menjadi berputar sesuai gerakan dari tanganku.Terlalu disibukan oleh pikiranku membuatku tak sadar ada seseorang yang sedang mengendap - ngendap menghampiriku.

"DOOOOOR" Kata seseorang sambil menyentuh pundakku. Kata dan sentuhan yang tiba - tiba membuatku teriak.

"Wuaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhh" ku tolehkan muka ke belakang untuk melihat siapa yang mengagetkanku.

Orang itu hanya tertawa melihat keberhasilan usahanya. .

"Roniiiiiiiii, kamu tuh ya! Bikin aku jantungan aja!" Kataku sambil mencubit lengan Roni.

"Aduh sakit tau" Ucapnya sambil memngelus - elus lengan yang telah aku cubit.

"Rasain salah sendiri ngagetin" Kataku dengan ketus tak merasa bersalah.

"Iya ya maaf, lagian kamu malam - malam gini ngelamun kesambet baru tau rasa loh" Lanjut Roni sambil menunjuk mukaku.

"Bodo" Jawabku sambil cemberut dan memalingkan muka dari Roni,

Roni pun duduk disampingku tanpa permisi dahulu kepadaku, ia mengambil bola bekel yang terlepas dari genggamanku.

"Ya masa udah kelas dua SMA masih main bola bekel" Cibir Roni, aku hanya memandangnya saja tanpa berniat untuk membalas cibirannya.

"Kamu lagi mikirin apa sih? Kayaknya serius banget" Tanya Roni kepadaku sambil memainkan bola bekel yang ada kini telah berada ditangannya.

"Nggak mikirin apa - apa, Cuma lagi ngerasa nggak berguna aja" Jawabku sambil menunduk, Roni hanya menghela napasnya lalu asyik dengan bola bekel kembali.

"Maksud kamu ngerasa nggak berguna?" Tanya Roni kembali.

Sejenak aku memandanginya seraya berpikir "Apakah aku harus menceritakan kejadian tentang kematian Aira yang ku lihat dalam mimpi kepada Roni?"

"Karena aku mengetahui sebuah kebenaran tapi aku nggak yakin orang - orang akan percaya dengan apa yang aku katakan." Jawabku dengan masih memandang Roni yang asyik memainkan bola bekel, aku yakin Roni tidak memperhatikan omonganku.

"Heh, Kamu barusan mencibir aku, kenapa sekarang kamu malah asyik dengan bola bekel itu" Lanjutku sambil merebut bola bekel dari tangan Roni.

"Hehehe ternyata enak juga ya, mainan bola bekel" Kata Roni sambil tersenyum.

"Kenapa mereka nggak percaya?" Tanya Roni yang ternyata mendengar omonganku.

"Eh aku kira kamu nggak memperhatikan aku ngomong" Kataku sambil melempar bola keatas.

"Ya memperhatikan donk" Kata Roni sambil menangkap bola yang ku lempar

"Emang kebenaran apa yang kamu ketahui dan kenapa kamu nggak yakin orang - orang akan percaya sama kamu?" Lanjut Roni mengulang pertanyaan, aku sedikit ragu apakah Roni akan percaya bila aku mengatakan semuanya?. Ku hembuskan napas sebelum menjawab pertanyaan Roni.

"Aku benar - benar bingung haruskah aku menceritakan mimpi itu kepada Roni apa aku harus mencari bukti dulu setelah itu aku baru menceritakannya?" Bisikku dalam hati.

"Ditanya malah bengong" Kata Roni sambil menyenggol lenganku. Aku hanya tersenyum memandangnya

"Oiya kamu kan sahabatnya Aira Natasya" Tanyaku, Roni mengangguk pasti

"Apa Aira Natasya kenal sama Rena dan Tio?" Tanyaku dengan hati - hati kepada Roni, Roni sedikit mengkerutkan keningnya.

"Heh.......... Kamu kenal sama Rena dan Tio?" Bukannya menjawab pertanyaanku Roni malah balik bertanya, aku hanya mengangguk saja.

"Ach tentu saja kamu kenal, mereka kan terkenal di sekolah" Kata Roni, aku tersenyum geli mendengarnya.

"Yang aku tanyakan bukan itu, yang aku tanyakan Aira Natasya kenal lebih dekat sama mereka nggak?" Tanyaku kembali.

"Hem, Aira bilang mereka dulu sahabatnya sejak kecil sebelum dia pindah kesini, Tapi semenjak kelas 5 SD Aira pindah nggak pernah ada komunikasi diantara mereka. Mereka dipertemukan kembali saat SMA. Tapi kata Aira Rena dan Tio berubah seakan - akan tak mengenalnya lagi. Padahal sejak kecil mereka bertiga udah seperti saudara kandung. Hanya itu yang aku ketahui soal mereka dari Aira" Jawab Roni panjang lebar aku memperhatikan setiap kata yang diucapkan oleh Roni.

"Hem jadi benar di foto itu mereka adalah Aira, Rena dan Tio saat masih kecil" Gumamku dalam hati.

"Emang kenapa kamu tanya soal itu" Tanya Roni dengan wajah curiganya.

"Nggak kenapa - napa" Jawabku singkat

"Tapi siapa yang memasukkan foto itu ke dalam tasku?"Lanjutku dalam hati

Cerpen Misteri : Cerpen Misteri Kematian Aira

"Bukankah kamu sudah tau yang sebenarnya kan?" Tanya seseorang kepadaku saat aku pertama kali membuka mata, pandanganku masih kabur karena baru bangun tidur. Ku ucek mataku agar lebih pandanganku lebih jelas sambil bangkit duduk diatas tempat tidur.

"Jadi apa kamu mau membantuku?" Tanya orang itu lagi, kini aku bisa melihatnya dengan jelas, kalau ada seseorang yang sedang berdiri di dekat jendela kamarku.

"Siapa kamu?" Tanyaku kepada orang tersebut karena aku tak bisa melihat wajahnya dan tak bisa mengenali dia dari postur tubuhnya. Orang itu hanya terdiam dan masih melihat kearah luar jendela.

"Siapa dia bagaimana dia bisa masuk ke dalam kamarku? Apa aku lupa mengunci pintu?" Pikirku dalam hati.

"Tidak penting bagaimana cara aku bisa masuk ke kamarmu, yang harus kau pikirkan adalah" Kata - katanya terhenti dan seperti tau apa yang ada dalam pikiranku, aku masih bingung apa yang ia katakan.

"KAMU HARUS MENOLONGKU AIRA" Entah kapan dia bisa berjalan, kini dia berada tepat didepan wajahku dengan wajah penuh darah dan mata yang melotot bahkan aku bisa mencium bau anyir dari darah yang terus mengalir dari kepalanya.

"AAAAAAAAACCCCCCCCCCCHHHHHHHHHHH" Teriakku sekeras mungkin sambil terlonjak dan langsung terduduk diatas tempat tidur. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhku yang gemetaran, napasku tersengal - sengal, kejadian itu begitu nyata bahkan aku merasa tadi itu bukan mimpi, ku coba mengedarkan pandangan siapa tau hantu tadi masih ada di kamarku.

Tok tok tok

Aku dikagetkan bunyi suara pintu diketuk ku beranjak mundur dari pintu sambil menutupkan selimut hingga keatas kepalaku dengan rasa takut.

"Aira, Aira buka nak, kamu nggak kenapa - napa?" Suara bunda menyadarkanku, tanpa berpikir panjang aku langsung berlari kearah pintu untuk membukanya dan memeluk bunda.

"Bunda Aira takut bunda" Kataku menangis dalam pelukan bunda.

Bunda melepas pelukannya dan ku lihat ayahku dan Vivi tampak khawatir melihatku, dengan dengan lembut memapahku ke meja makan dan ayah mengambil kan air putih.

"Minumlah nak, biar kamu tenang" Kata Ayah sambil menyodorkan segelas air putih kepadaku.

"Terimakasih yah" Kataku sambil menerima air itu dan meminumnya. Berkat meminum air dari ayah aku sedikit tenang, lalu ku peluk Bunda dengan erat.

"Kamu kenapa ra??" Tanya Bunda lembut sambil membelai rambutku

"Aku tadi dihantui oleh hantu temanku bun" Jawabku dengan masih memeluk bunda.

"Kakak pasti mimpi buruk kali di rumah ini kan nggak ada hantu ya nggak yah?" Kata Vivi sambil memandang ayah mencoba untuk mencari dukungan.

"Vivi benar, mungkin kamu halusinasi aja Ra!" Kata Ayah pada akhirnya membela Vivi, aku ingin protes namun bunda melarangku.

"Udah, ini masih tengah malam lebih baik kita kembali tidur" Kata Ayah, kami pun kembali ke kamar masing - masing.

Karena aku masih merasa takut ku putuskan untuk pergi ke kamar Vivi dan tidur bersamanya. Vivi memandangku dengan keheranan.

"Kakak tadi beneran ngeliat hantu?" Tanya Vivi dengan tampang penasarannya saat aku sudah berbaring di ranjangnya.

"Sebenarnya kakak nggak yakin itu mimpi apa bukan tapi hantu itu terlihat sangat jelas" Jawabku sambil menutup selimut ke wajahku Vivi pun ikut - ikutan bersembunyi di bawah selimut.

Ku lihat raut wajah Vivi yang berubah dari penasaran menjadi raut muka ketakutan

"Kakak jangan nakutin Vivi donk, emang hantu siapa yang kakak liat?" Tanya Vivi lagi.

"Hantu temen kakak yang waktu itu kakak ceritain, dia meminta kakak untuk menolongnya" Jawabku

"Emang apa yang terjadi padanya hingga dia meminta kakak untuk menolong hantu itu" Tanya Vivi lagi, kuceritakan kepada Vivi apa yang pernah aku lihat di dalam mimpi.

Vivi terlihat ngeri mendengarnya sambil menutup mulut.

"Yang kakak bingungkan kalau kakak cerita sama semua orang apa mereka percaya? Padahal mimpi kakak nggak bisa dijadikan sebagai bukti" Kataku diakhir cerita.

"Berarti kakak harus nyari bukti dulu biar mereka bisa percaya, dan teman kakak yang terbunuh bisa tenang dialam sana" Kata Vivi, aku hanya bisa menganggukan kepala saja.

"Hem, Apa kakak beneran mau menolong temen kakak itu?" Tanya Vivi sambil memandangku.

"Nggak ada cara lain selain kakak harus mengungkapkan kematian yang sebenarnya. Kakak kasian sama dia yang belum bisa tenang" Jawabku

"Walau mungkin kakak sendiri akan terancam juga" Ucap Vivi dengan nada khawatir sambil membuka selimut yang dari tadi menutupi kami.

Aku pun bangkit dan duduk di ranjang Vivi lalu memalingkan wajah menatap wajah adikku yang terlihat ada raut wajah kecemasan di dalamnya.

"Tenang, kakak akan baik - baik aja ko" Kataku sambil tersenyum kepada Vivi, Vivi bangkit dan memelukku dengan lembut.

"Setidaknya itu yang bisa kakak katakan saat ini, meski kakak sendir juga sedikit takut dengan apa yang akan menimpa kakak nantinya" Gumamku dalam hati sambil mengelus rambut Vivi.


To be Continue

0 comments: