Wednesday 5 June 2013

Cerpen Misteri : Sebuah Foto

Lagi nggak pengen banyak omong

langsung baca aja yak

  






Disaat jam istirahat aku menunggu Kaila yang sedang berada di ruang guru. Aku menunggu dengan berdiri di depan ruang guru dan mengedarkan pandangan mengamati suasana sekitar ruang guru yang ramai dengan siswa - siswi yang  sibuk dengan aktivitas bebasnya. Mataku terhenti dan  tertuju pada sesosok siswa yang pernah bertemu di ruang musik. Ku lihat ia sedang asyik dengan sebuah bolpoin yang ada ditangannya, tidak merasa terganggu dengan canda tawa siswa yang ada di sekitarnya.

Aku sedikit berpikir siapa dia? Kenapa tingkahnya begitu misterius apalagi sikap dinginnya saat bertemu di ruang musik, karena terlalu memperhatikan dia, aku tak sadar ada seseorang yang mendekat padaku dan menabrakku.

"Oppps sory, jadi kotor deh" Katanya saat berhasil menumpahkan sedikit minuman yang dia bawa ke bajuku, aku pun mengibas - ngibaskan bajuku mencoba membersihkan noda minuman tersebut.
"Aira, baju kamu nggak apa - apa?" Tanya Kaila yang sudah keluar dari ruang guru dan melihat kejadian tadi.

"Kalau jalan ati - ati donk Ren, bajunya jadi kotor kan" Lanjut Kaila kepada orang yang menabrakku yang ku kenal dari Kaila bernama Rena.

"Dianya aja yang ngalahin jalanku, makanya kalau berdiri itu jangan dijalan, dan jaga tuh mata" Kata Rena sambil menunjuk mataku dan  pergi sambil mendorongku begitu aja, aku menghela napas mencoba bersabar dengan kelakuannya.

"Lucu dia yang nabrak kenapa dia yang marah, harusnya dia minta maaf sama kamu, huuh dasar orang sarap" Gerutu Kaila dengan wajah cemberutnya.

"Udah nggak usah marah - marah lagian cuma bajuku yang kotor, ayo anterin aku ke kamar mandi" Kataku sambil mengajak Kaila jalan, namun mataku masih tertuju pada sesosok siswa tadi.

"Kamu itu lagi memperhatikan siapa sih" Tanya Kaila yang melihat gerak - gerikku, aku hanya bisa menjawab pertanyaannya dengan menunjuk siswa yang sedari tadi aku perhatikan, Kaila pun mengikuti arah telunjukku. Ia kelihatan mengerti apa yang sedari tadi aku perhatikan.

"Owh, dia itu yang namanya Tio, yang tempo hari aku ceritain ke kamu" Jawab Kaila sambil memandangku.

"Aku bilang juga apa! Kalau kamu bertemu dengannya pasti terpesona" Lanjutnya sambil tersenyum menggodaku, aku hanya bisa tersenyum simpul malu mendengarnya. Aku tak menyangka orang yang sedari tadi aku perhatikan kini sedang menatap kearah kami membuat aku dan Kaila jadi sedikit salah tingkah dan mengalihkan pandangan sambil terus berjalan menuju kamar mandi.

Setelah ke kamar mandi, aku dan Kaila menuju ke perpustakaan  untuk sekedar menghabiskan jam istirahat, aku duduk di deretan bangku paling belakang tanpa ada orang yang ada di depanku sedangkan Kaila ada di sampingku. Tiba - tiba Roni datang menngagetkanku dan langsung duduk di bangku kosong yang berada didepanku.

"Ternyata kamu disini Ra, aku udah cari  kamu kemana - mana" Kata Roni sambil menghela napas keliatan sekali kalau dia kelelahan. 

"Kamu tuh kalau datang suka bikin kaget aja, emang ada perlu apa  nyari aku" Tanyaku kepada Roni.

"Ke kantin yuk, aku pengen ke kantin nih" Ajak Roni

"Aku ikut" Kata Kaila dengan nada spontan tanpa ijin dulu kepada Roni,

"Aku lagi pengen di perpus kalian duluan aja" Kataku yang dibalas dengan raut kecewa dari Roni dan Kaila.

"Hem ya udah deh kita duluan ya, ayo Ron" Kata Kaila yang sudah berdiri dan menarik tangan Roni. Terlihat Roni enggan pergi bersama Kaila namun dia tetap bangkit dan meninggalkan aku yang tersenyum kepadanya.

Aku kembali terfokus pada buku yang sedang aku baca, konsentrasiku buyar saat aku mendengar suara Tuk ..... Tuk ...... Tuk seperti orang yang sedang menghentak - hentakan kakinya.

"Siapa sih yang berisik banget" Kataku sambil menengok ke bawah meja agar bisa tau kaki siapa yang bermain - main. Ku edarkan kerah belakang namun tak ada orang  yang sedang menhentak - hentakkan kaki. Aku pun bangkit ke atas meja.

"Nggak ada yang sedang hentakkan kaki" Gumamku lalu  fokus pada buku kembali. Tak berapa lama suara itu terdengar lagi bahkan lebih keras dari sebelumnya.

"Siapa sih yang berisik" Kataku sambil menengok ke bawah meja, mataku terbelalak ketika melihat sepasang kaki yang sedang menghentak - hentak dibangku yang berada di depanku.

"Kaki siapa itu? Perasaan nggak ada orang yang duduk didepanku" Gumamku sambil mengkerutkan kening merasa bingung dan mencoba berpikir jernih.

Meski sedikit takut, ku beranikan diri untuk mencoba melihat keatas meja sedikit menahan napas sambil berusaha mengusir rasa takut karena kejadian saat melihat hantu dikelas ku coba untuk tetap melihat keatas meja. Kali ini aku lebih kaget lagi karena diatas meja tak ada seorang pun yang duduk didepanku, ku tengok kembali sepasang kaki yang baru saja aku lihat dikolong meja, kaki itu masih ada namun ketika ku tengok keatas meja lagi tak ada seorangpun yang sedang duduk di depanku. Melihat kejadian ini tanpa berpikir panjang aku langsung berdiri dan  meninggalkan tempat dudukku sambil menyambar buku begitu saja.

Karena terlalu tergesa - tergesa tak sengaja aku menabrak seseorang yang ada di deretan rak buku yang ada di samping tempat duduk.

"Maaf, maaf" Kataku tergesa - gesa sambil mendongak kepada orang yang aku tabrak, orang yang ku tabrak tersenyum padaku dengan sinis dan menarikku ke bagian deretan rak buku yang paling ujung dan tak terlihat oleh siswa lain.

"Sial sekali yah aku, setiap ketemu sama kamu pasti selalu tertabrak" Kata Rena dengan nada sedikit menakutkan, kulihat diwajahnya tergambar jelas raut muka kemarahan kepadaku.

"Maafin aku, aku tadi nggak sengaja" Kataku mencoba untuk meredakan amarah Rena, Rena menekan tubuhku ke arah dinding dan memajukan sedikit wajahnya ke wajahku.

"Pada awal kita bertemu aku pikir kamu itu adalah dia jadi aku sedikit kaget, tapi setelah berdekatan seperti ini aku yakin kalau kamu bukan dia" Kata Rena sambil terus memperhatikanku dari ujung rambut sampai kaki.

"Dan aku berharap kalau kamu tak seperti dia. Kamu cukup diam saja dan berada di tempat seharusnya kau berada. Agar aku nggak melakukan tindakan untuk kedua kalinya kamu mengerti manis" Lanjut Rena dengan nada penuh penekanan sambil menjauhkan wajahnya dariku lalu mengusap pundakku dan tersenyum penuh arti sebelum dia pergi meninggalkan ruang perpustakaan.

Aku mencoba menenangkan diri sebelum meninggalkan ruang perpustakaan dengan masih berpikir untuk mencerna semua perkataan Rena.

Cerpen Misteri : Sebuah Foto


Masih terbayang dipikiranku raut muka Rena saat ia sedang mengancamku.

"Sepertinya apa yang dikatakan Rena itu serius! Tapi kenapa dia mengancamku dan membandingkan aku dengan orang yang Rena sebut dengan Dia, sebenarnya siapa yang dimaksud Rena? Apa Rena mengenal Aira? Ini benar - benar sangat aneh. Kalau memang Rena memandingkan aku dengan Aira kenapa raut mukanya begitu marah bukan raut muka ketakutan seperti saat pertama kali aku bertemu dengannya. Apa Aira melakukan kesalahan terhadap Rena" Gumamku masih berpikir tentang semua perkataan Rena sambil berbaring memeluk teddy.

Begitu banyak pertanyaan dalam otakku namun aku tak tau dimana harus menemukan jawabannya. Berniat untuk mengalihkan pikiran, aku melangkah ke meja belajarku dan meraih tas yang tergantung didekat meja belajar untuk mencari sebuah buku yang tadi aku baca di perpustakaan. Gerakan tanganku berhenti saat menemukan sebuah buku yang menurutku asing berada ditasku.

"Ini buku siapa? Perasaan aku nggak punya buku yang seperti ini" Gumamku sambil membolak - balikkan buku itu, saat ku buka buku itu untuk membaca isinya sebuah foto terjatuh dari dalam buku tersebut.

Ku menundukkan badan untuk mengambil foto yang jatuh kelantai, ku pandangi lekat - lekat foto yang menurutku sangat asing. Foto dengan tiga anak kecil didalamnya dua anak perempuan dan satu anak laki - laki yang berada di tengah - tengah  diantara kedua anak perempuan. Sang anak laki - laki menggenggam salah satu tangan dari  kedua anak perempuan tersebut, namun wajahnya ia palingkan kepada salah satu anak perempuan yang berada disebelah kirinya sambil tersenyum senang bersama dengan anak perempuan yang dipandangnya juga ikut tersenyum, sedangkan anak perempuan disebelah kanannya memandang kepala anak laki - laki itu dengan penuh harapan membuatku mengerti harapan anak gadis itu agar ia bisa dipandang oleh  anak laki - laki.

Aku cukup bingung dengan foto ini, karena aku yakin aku tak pernah memiliki foto masa kecil seperti ini, ku balikkan foto itu dan betapa terkejutnya aku saat membaca tulisan yang ada dibalik foto tersebut.

"Tahun 2001. Aira Natasya, Tio Fareshi, Rena Thalia. I....ini foto Aira masa kecil" Gumamku sambil meletakkan foto tersebut diatas meja belajar. Tiba - tiba terngiang dikepalaku semua ucapan Roni dan Kaila.

"Namanya Aira Natasya gadis cantik yang energik dan supel banyak orang yang menyukainya" Kata Roni saat berada di jemabatan ,

"Namanya Rena yang sok berkuasa, sok cantik, sok pinter dan sok segalanya padahal menurutku lebih cantik Aira dari pada dia" Kata Kaila saat berada di kelas saat pertama kali aku bertemu dengan Rena.

"Owh dia itu Tio yang pernah aku ceritain tempo hari, aku bilang juga apa kalau kamu bertemu dengannya pasti terpesona" Kata Kaila saat berada di koridor kelas saat berjalan menuju ke kamar mandi.

Semua ucapan - ucapan itu terngiang begitu jelas di kepalaku membuatku merasa pusing dan merasa semuanya gelap.

Aku berjalan disebuah koridor sebuah sekolah, disana kulihat dua orang yang sedang bercengkrama ku dekati mereka dengan pelan - pelan semakin dekat aku tau siapa gadis yang sedang bercengkrama dengan seorang pria. Namun aku tak mengenal siapa pria tersebut karena tak terlihat jelas meski aku sudah sejarak satu meter dengan mereka.

Mereka bercengkrama dan terlihat begitu gembira tanpa menghiraukan keberadaanku. Namun ada seorang yang tiba - tiba muncul dari belakangku mendekati mereka dan melewatiku tapi anehnya ia seolah tak melihatku.

"Kalian terlihat sangat gembira ya?" Kata seseorang yang baru datang kepada kedua orang yang sedang asyik bercengkrama. Setidaknya itu yang aku dengar dari mulutnya namun selebihnya aku tak bisa mendengar apa - apa. Hanya bisa melihat gerak - gerik mereka.

Sang gadis yang sedari tadi tertawa bersama seorang pria kini senyumnya hilang tanpa membekas digantikan dengan raut muka bersalah. Sang pria mencoba menjelaskan situasinya namun aku tak dapat mendengar perkataan pria itu. Tapi gadis yang baru datang tak mau mendengarkan pria itu dan langsung menampar gadis yang satunya.

 Ku coba untuk  menahan emosi gadis yang baru datang agar tak meledak kemarahannya namun usahaku sia - sia karena aku tak bisa lebih dekat lagi dengan mereka. Meski aku berdiri dijarak satu meter dan bisa melihat kejadian itu secara jelas tapi aku tak mampu mendengar dan melihat wajah dari dua orang selain gadis yang kini sedang disalahkan oleh gadis yang baru datang.

Yang membuatku bingung sang pria tak berbuat apa - apa untuk menolong gadis yang sedang dicaci maki, entah apa yang dikatakan oleh gadis yang baru datang kepada pria, sehingga tiba - tiba pria itu mencekik gadis yang tadi sempet dibelanya. Aku berusaha lebih mendekat lagi untuk menolong gadis itu tapi kaki terasa seperti kaku dan tak bisa digerakkan, aku hanya bisa menutup mulutku dan memalingkan wajahnya menghindari tatapan mengiba dari gadis yang tercekik tadi.

Sesaat aku mendengar seperti bunyi sebuah benda jatuh dari ketinggian dan suara gadis yang sedang tertawa, ku memberanikan diri untuk melihat ke arah sumber suara. Betapa terkejutnya aku saat mendapati tubuh gadis yang tadi tercekik tersungkur tak sadarkan diri di anak tangga nomor 13 dengan darah yang mulai mengucur dari kepalanya. Sedangkan kuilhat sang pria yang tadi mencekiknya duduk tersungkur lemas  sambil menahan tangis, Gadis yang dari tadi melampiaskan kemarahannya terlihat sangat senang tanpa ada ekspresi merasa bersalah di wajahnya, aku hanya bisa menggeleng - gelengkan kepala sambil menangis melihat semua ini, merasa diriku tak berguna karena tak bisa berbuat apa - apa untuk menolong gadis yang kini sudah tersungkur di anak tangga nomor 13.

Tiba - tiba badanku terasa ada yang menarik dari arah belakang membuatku mundur dan seketika tempat itu berubah menjadi di sebuah jembatan yang ku rasa tak asing bagiku. Ku edarkan pandanganku untuk meyakinkan ingatanku bahwa aku mengenal tempat ini, tak berapa lama ada sebuah mobil yang datang dan berhenti tepat ditengah jembatan. Penumpang mobil itu turun dari arah kemudi disusul dengan seorang yang turun dari samping pintu kemudi, mereka mencoba menurunkan bawaan mereka. Ku dekati merka dengan hati - hati, sekali lagi aku terkejut melihat apa yang coba mereka keluarkan dari dalam mobil seorang gadis yang sudah tak berdaya, seorang gadis yang sama dengan gadis yang jatuh di anak tangga 13

"Apa yang akan mereka lakukan dengan gadis itu" Gumamku sambil terus memperhatikan gerak - gerik mereka.

Aku berlari mencoba mendekati dengan secepat mungkin untuk mencegah apa yang akan mereka lakukan, mereka akan melemparkan gadis itu ke jalan raya yang ada di bawah jembatan. Aku masih berlari dengan secepat mungkin, namun usahaku sia - sia karena gadis itu kini sudah terlempar ke bawah dan menimbulkan bunyi BBUUUK terdengar ditelingaku.

Aku tak sanggup memandangnya ku coba untuk meraih tiang jembatan itu untuk bertopang agar aku bisa berdiri meski rasanya sangat lemas sekali. Ku beranikan untuk melihat kearah bawah dan melihat bagaimana darah menggucur lebih banyak dari tubuh gadis yang baru saja dilempar itu.

Aku merasa tak percaya ada orang yang sangat tega melakukannya, bahkan orang itu adalah seorang perempuan yang kini berdiri tanpa ada ekspresi bersalah sama sekali. Sedangkan sang pria yang membantunya melihat kejadian itu dengan menundukkan kepala sambil membuang setangkai bunga mawar putih dan terlihat begitu terluka dan menyesal.

"Selamat tinggal Aira" Gumam mereka bersamaan yang bisa ku dengar suaranya namun dengan raut muka yang saling bertolak belakang. Sang gadis mengatakan itu dengan raut muka penuh kemenangan dan sang pria mengucapkan itu dengan raut muka kesedihan. Mereka lalu berjalan menuju kearah mobil dan pergi meninggalkan jembatan begitu saja.

Aku kaget mendengar nama yang mereka sebut dan menengok kearah bawah mencoba memastikan wajahnya. Aku berjalan mundur karena takut dan tak percayamelihat wajah yang mirip denganku, yang selama ini menghantuiku kini kulihat dengan jelas begitu sadis pembunuhannya.

"Aira, apakah seperti ini yang sebenarnya terjadi" Gumamku sambil menahan isakan tangis yang tak bisa aku bendung lagi.

To be continue

Waah

gimana menurut kalian cukup mencekamkah?? Menurut penulis iya, coz penulis takut n merasa sedih sendri ketika menulis ini.

Kira - kira menurut kalian siapa ya yang membunuh Aira Natasya??

0 comments: