Kesibukan Osis dalam menyiapkan acara Bazar sangat melelahkan dan menyita banyak waktu. Astri dan anggota Osis lainnya berusaha mempersiapkan segalanya dengan sebaik mungkin karena acara ini memang acara penting untuk menarik para calon siswa baru nantinya.
"Tempat udah, Peralatan udah, dekorasi pun tinggal memasangkannya. Besok tinggal menyebar undangan ke instansi - instansi terkait" Kata Arya saat melaksanakan breakfing sebelum mereka memulai bekerja untuk mempersiapkannya.
"Keisha, surat undangannya udah siap?" Tanya Arya kepada Keisha, karena ini adalah tugas Keisha sebagai sang sekretaris Osis.
"Udah siap semuanya, tinggal besok disebar aja" Jawab Keisha mantap.
"Bagus kalau gitu, besok biar panitia Humas yang menyebarkannya. Kamu siap kan Astri??" Tanya Arya kepada Astri.
"Siap komandan" Jawab Astri memperlagakan hormat ala militer sambil tersenyum kepada Arya, Arya pun membalas senyuman Astri, Rey menatapnya dengan tatapan yang aneh dan tak bisa terbaca.
"Oke, sebelum kita mulai bekerja untuk mempersiapkan segalanya mari kita berdoa sejenak, berdoa mulai" Ajak Arya untuk memulai berdoa.
Setelah berdoa mereka memulai pekerjaan masing - masing, dari menata alat - alat, membuat stand -stand, dan memasang dekorasinya. Semua terasa ringan jika dikerjakan bersama - sama.
Tak terasa waktu semakin sore, Astri dan kawan - kawan sudah selesai membereskan ruangan bagian belakang aula.
"Alhamdulillah udah selesai" Kata Nina sambil menyeka keringat di dahinya.
"He'eh itu semua karena kita kompak jadi cepat selesai deh" Timpal Rena dengan raut bangga karena memiliki teman yang kompak.
Mereka pun duduk bersandar di dinding sambil meminum minumannya masing - masing untuk melepas lelah dan haus mereka.
"Nggak nyangka ya, si Rey bisa gabung ke Osis, kemaren aja nolak mentah - mentah" Kata Nina memulai pembicaraan setelah beberapa diam.
Astri hanya angkat bahu saja bingung mau ngomong apa untuk menanggapi omongannya Nina, Rena nampak berfikir dan sangat ingin mengeluarkan pendapat.
"Loe mau ngomong apa ko' serius banget mikirnya?" Kata Nina sambil mengipas - ngipas kertas yang ada di tangannya.
"Hem, mungkin takut sama Astri kali, jadi dia mau gabung sama kita" Tegas Rena dengan enteng sambil meminum minumannya.
"Hah, takut sama gue? yang bener aja emang gue nggigit dia apa?" Balas Astri yang tak terima dengan omongan sahabatnya itu.
"Nggak nggigit sih, tapi kemaren loe kan sempet mbanting buku di depannya terus mata loe memancarkan aura yang sangat marah" Kata Rena yang diperjelas dengan anggukan dari Nina.
"Haduh mereka ini kenapa sih? Kenapa hal sepele kaya gitu terus diinget" Bisik Astri dalam hati sambil menatap sahabatnya itu. "Dan sejak kapan Nina kompak dengan pendapat Rena?" Gumamnya tak percaya.
"Kalian kenapa sih? Gue kan udah ngomong kalau waktu itu gue lagi emosi aja, dan nggak mungkin cuma kaya gitu Rey jadi takut sama gue" Jawab Astri dengan enteng.
"Tapi" Kata Rena dengan nada was - was.
"Tapi kenapa Ren?" Tanya Astri yang mulai bosan dengan pembicaraan ini
"Tapi jujur gue takut banget saat loe kaya gitu, gue kaget loe kaya gitu jangan ulangi lagi ya" Jawab Rena yang menunduk sedih. Rena memang termasuk orang yang sensitif, wajar saja dia merasa takut jika ada orang yang bertindak kasar di sekitarnya.
"Iya, gue janji gue nggak ngulangi kaya gitu lagi" Kata Astri dengan nada yang lemah lembut untuk menenangkan Rena, Astri kemudian memeluk Rena,
"Gue juga pengen dipeluk" Kata Nina dengan nada manja, Astripun merangkul mereka dengan kasih sayang seorang sahabat.
"Tapi syukurlah kalau Rey gabung ke Osis, jadi tambah ringan kan kerjanya" Kata Astri setelah melepaskan pelukannya dan dibalas dengan senyuman dan anggukan dari kedua sahabatnya itu.
***
Astri sedang merapikan sisa makanan mereka sendiri di ruang belakang aula, Rena dan Nina sudah keluar memindahan sisa dari dekorasi yang tidak terpakai.
"Huuh, ternyata ikut Osis melelahkan juga ya!" Kata Rey yang masuk dengan tiba - tiba dan mengagetkan Astri.
"Astghfirullah Rey, loe bisa nggak sih ketuk pintu dulu" Jawab Astri ketus karena telah dikagetkan oleh Rey.
Bukannya menjawab pertanyaan Astri, Rey malah langsung duduk dikursi tak jauh dari Astri
"Ada minum nggak gue haus banget nih" Tanya Rey sambil mengedarkan pandangannya.
Astripun menghela napas dengan sikap Rey yang suka seenaknya, Astri memandang wajah Rey yang sedikit pucat ia khawatir dengan Rey.
"Loe kenapa ko' muka loe pucat gitu?" Tanya Astri melangkah maju mendekati Rey.
"Gue nggak apa - apa, cuma kecapean ada minuman nggak sih disini" Jawab Rey dengan napas yang tersengal - sengal
"Minumannya udah habis, loe tunggu sebentar disini gue ambil minuman dulu ya" Kata Astri khawatir karena Rey memang pucat.
Astri pergi ke kantin membeli minuman untuk Rey, tampak di wajahnya raut muka khawatir akan keadaan Rey yang sangat pucat.
Karena sangat khawatir ia memutuskan untuk meminta obat di ruang uks sekolah sebelum kembali ke ruang belakang aula. Setelah mendapatkan obat ia segera berlari agar cepat sampai ditempat Rey berada.
Kekhawatiran Astri bertambah saat ia melihat Rey tergeletak lemas, Astri panik dan bingung, ia mencoba membangunkan Rey dengan menggoncang - goncangkan tubuhnya.
"Rey, Rey bangun donk" Kata Astri namun usahanya sia - sia karena Rey tak juga bangun.
Astri memutuskan untuk memanggil seseorang yang ada di ruangan depan, baru aja Astri akan berbalik untuk keluar memanggil orang, tangan Astri tertahan oleh tangan Rey.
Astri menengok Rey yang kini bangun dan menatap Astri, raut wajah Astri berubah yang tadinya panik kini lega karena Rey sudah bangun. Astri menunduk dan memegang bahu Rey
"Loe nggak apa - apa kan? Apa loe mau gue panggil yang lain buat nolongin loe?" Kata Astri masih merasa khawatir.
Rey menatap Astri heran tapi kemudian tersenyum yang membuat Astri tambah bingung.
"Gue baik - baik aja" Kata Rey sambil menyodorkan tangan, "Mana minuman gue" Lanjutnya.
Astripun menghela napas dan menyodorkan minuman Rey. Rey meminumnya dengan cuek, lalu ia memandang tangan Astri yang masih memegang bahunya.
Astri tersadar akan pandangan Rey yang tertuju pada bahunya, Astri lalu menurunkan tangannya, ia pun menunduk merasa salah tingkah akan pandangan Rey barusan.
"Kenapa" Tanya Rey yang kini memandang lurus ke depan, tak menghiraukan Astri.
"Eh, maksudnya kenapa?" Tanya Astri karena merasa tak mengerti akan perkataan orang yang kini berada disampingnya.
"Kenapa loe tadi khawatir banget sama gue" Tanya Rey yang masih memandang depan, dan sesekali melirik Astri.
"Eh itu karena" Astri bingung mencari kata yang tepat untuk menjawabnya, ia juga tak tau kenapa tadi dia sangat panik, jantungnya berdetak lebih kencang, keringat dinginnya keluar tangannya gemetar menandakan kalau saat ini Astri sangat gugup. Belum sempet menemukan kata - kata yang tepat Rey bertanya kembali
"Bukannya loe benci sama gue? Tapi kenapa tadi loe khawatir banget sama gue?" Tanya Rey sambil memandang Astri yang membuat Astri menatapnya kaget karena Rey salah sangka kepadanya.
"Eh" Kata Astri terhenti lagi,"Bodoh, kenapa dia bertanya seperti itu, aku kan nggak membenci dia, aku malah suka sama dia. Ayo Astri ngomong biar dia nggak salah paham" Gumam Astri dalam hati.
sejenak ia mendengus dan menelan ludahnya mencoba memberanikan diri untuk menatap Rey.
"Gue nggak benci loe ko' " Kata Astri setelah menemukan suaranya sambil tersenyum kepada Rey. Tapi kemudian Astri langsung menunduk karena tak mampu memandang Rey yang kini sedang memandangnya, jantungnya masih berdetak tak beraturan, tangannya semakin gemetar sehingga ia menggenggam tangannya sendiri agar Rey tak melihat kegugupannya.
"Aduh Rey jangan mandangin gue kaya gitu donk, gue grogi ni" Bisik Astri dalam hati tapi masih tak mampu menatap Rey.
"Berarti loe suka gue?" Kata Rey mantap sambil masih memandang lekat Astri.
Sontak Astri kaget dan langsung memandang Rey dengan heran
"Dari mana loe tau kalau gue suka loe?, bahkan Rena dan Nina mereka nggak tau kalau gue suka loe" Gumam Astri dalam hati karena tak mampu menemukan suaranya.
Astri menunduk bingung "Apa -apan ini, kenapa dia jadi kayak gini" Bisik Astri.
Rey masih menunggu jawaban dari Astri, ia masih memandang Astri yang kini menunduk menghindari tatapannya.
Jantung Astri masih berdebar ia sangat bingung mau jawab aja
"Aduh kenapa dia tanya kaya gitu, gue harus jawab apa? Masa iya gue harus ngaku kalau gue memang suka sama dia? Gue malu kalau harus ngakuin di depannya, Tapi kalau gue bilang enggak ntar dikira gue benci sama dia, aduh gimana nih?" Bisik Astri yang masih menggenggam erat tangannya.
"Eh, gue itu" Kata Astri yang memberanikan diri untuk menatap Rey namun kembali menunduk karena Rey masih menatapnya dengan penasaran.
"Kalian ternyata disini" Kata seseorang yang kini ada di pintu. Astri dan Reypun menoleh secara bersamaan
"Alhamdulillah Selamat gue dari suasana yang tak mengenakkan ini" Bisik Astri dalam hati sambil tersenyum pada Fandi.
"As, loe di panggil Arya tuh" Kata Fandi yang kini masuk menghampiri mereka.
"Oh iya" Astri bangkit dan berjalan menjauh dari Rey, sesampainya di pintu Astri berbalik berjalan mendekati Rey dan Fandi.
"Ada apa lagi" Tanya Fandi heran karena Astri kembali lagi.
"Ini" Kata Astri menyodorkan obat yang sedari tadi ia genggam hingga bungkus obatnya tak rapi lagi kepada Rey.
Setelah obat itu di tangan Rey Astri tersenyum jepada Fandi dan pergi keluar ruangan dengan menghembuskan napas lega.
"Untung aja ada Fandi, coba tadi kalau dia telat dikit aja gue harus jawab apa sama Rey?" Gumam Astri sambil melangkah meamsuki ruang depan aula.
"Tempat udah, Peralatan udah, dekorasi pun tinggal memasangkannya. Besok tinggal menyebar undangan ke instansi - instansi terkait" Kata Arya saat melaksanakan breakfing sebelum mereka memulai bekerja untuk mempersiapkannya.
"Keisha, surat undangannya udah siap?" Tanya Arya kepada Keisha, karena ini adalah tugas Keisha sebagai sang sekretaris Osis.
"Udah siap semuanya, tinggal besok disebar aja" Jawab Keisha mantap.
"Bagus kalau gitu, besok biar panitia Humas yang menyebarkannya. Kamu siap kan Astri??" Tanya Arya kepada Astri.
"Siap komandan" Jawab Astri memperlagakan hormat ala militer sambil tersenyum kepada Arya, Arya pun membalas senyuman Astri, Rey menatapnya dengan tatapan yang aneh dan tak bisa terbaca.
"Oke, sebelum kita mulai bekerja untuk mempersiapkan segalanya mari kita berdoa sejenak, berdoa mulai" Ajak Arya untuk memulai berdoa.
Setelah berdoa mereka memulai pekerjaan masing - masing, dari menata alat - alat, membuat stand -stand, dan memasang dekorasinya. Semua terasa ringan jika dikerjakan bersama - sama.
Tak terasa waktu semakin sore, Astri dan kawan - kawan sudah selesai membereskan ruangan bagian belakang aula.
"Alhamdulillah udah selesai" Kata Nina sambil menyeka keringat di dahinya.
"He'eh itu semua karena kita kompak jadi cepat selesai deh" Timpal Rena dengan raut bangga karena memiliki teman yang kompak.
Mereka pun duduk bersandar di dinding sambil meminum minumannya masing - masing untuk melepas lelah dan haus mereka.
"Nggak nyangka ya, si Rey bisa gabung ke Osis, kemaren aja nolak mentah - mentah" Kata Nina memulai pembicaraan setelah beberapa diam.
Astri hanya angkat bahu saja bingung mau ngomong apa untuk menanggapi omongannya Nina, Rena nampak berfikir dan sangat ingin mengeluarkan pendapat.
"Loe mau ngomong apa ko' serius banget mikirnya?" Kata Nina sambil mengipas - ngipas kertas yang ada di tangannya.
"Hem, mungkin takut sama Astri kali, jadi dia mau gabung sama kita" Tegas Rena dengan enteng sambil meminum minumannya.
"Hah, takut sama gue? yang bener aja emang gue nggigit dia apa?" Balas Astri yang tak terima dengan omongan sahabatnya itu.
"Nggak nggigit sih, tapi kemaren loe kan sempet mbanting buku di depannya terus mata loe memancarkan aura yang sangat marah" Kata Rena yang diperjelas dengan anggukan dari Nina.
"Haduh mereka ini kenapa sih? Kenapa hal sepele kaya gitu terus diinget" Bisik Astri dalam hati sambil menatap sahabatnya itu. "Dan sejak kapan Nina kompak dengan pendapat Rena?" Gumamnya tak percaya.
"Kalian kenapa sih? Gue kan udah ngomong kalau waktu itu gue lagi emosi aja, dan nggak mungkin cuma kaya gitu Rey jadi takut sama gue" Jawab Astri dengan enteng.
"Tapi" Kata Rena dengan nada was - was.
"Tapi kenapa Ren?" Tanya Astri yang mulai bosan dengan pembicaraan ini
"Tapi jujur gue takut banget saat loe kaya gitu, gue kaget loe kaya gitu jangan ulangi lagi ya" Jawab Rena yang menunduk sedih. Rena memang termasuk orang yang sensitif, wajar saja dia merasa takut jika ada orang yang bertindak kasar di sekitarnya.
"Iya, gue janji gue nggak ngulangi kaya gitu lagi" Kata Astri dengan nada yang lemah lembut untuk menenangkan Rena, Astri kemudian memeluk Rena,
"Gue juga pengen dipeluk" Kata Nina dengan nada manja, Astripun merangkul mereka dengan kasih sayang seorang sahabat.
"Tapi syukurlah kalau Rey gabung ke Osis, jadi tambah ringan kan kerjanya" Kata Astri setelah melepaskan pelukannya dan dibalas dengan senyuman dan anggukan dari kedua sahabatnya itu.
***
Astri sedang merapikan sisa makanan mereka sendiri di ruang belakang aula, Rena dan Nina sudah keluar memindahan sisa dari dekorasi yang tidak terpakai.
"Huuh, ternyata ikut Osis melelahkan juga ya!" Kata Rey yang masuk dengan tiba - tiba dan mengagetkan Astri.
"Astghfirullah Rey, loe bisa nggak sih ketuk pintu dulu" Jawab Astri ketus karena telah dikagetkan oleh Rey.
Bukannya menjawab pertanyaan Astri, Rey malah langsung duduk dikursi tak jauh dari Astri
"Ada minum nggak gue haus banget nih" Tanya Rey sambil mengedarkan pandangannya.
Astripun menghela napas dengan sikap Rey yang suka seenaknya, Astri memandang wajah Rey yang sedikit pucat ia khawatir dengan Rey.
"Loe kenapa ko' muka loe pucat gitu?" Tanya Astri melangkah maju mendekati Rey.
"Gue nggak apa - apa, cuma kecapean ada minuman nggak sih disini" Jawab Rey dengan napas yang tersengal - sengal
"Minumannya udah habis, loe tunggu sebentar disini gue ambil minuman dulu ya" Kata Astri khawatir karena Rey memang pucat.
Astri pergi ke kantin membeli minuman untuk Rey, tampak di wajahnya raut muka khawatir akan keadaan Rey yang sangat pucat.
Karena sangat khawatir ia memutuskan untuk meminta obat di ruang uks sekolah sebelum kembali ke ruang belakang aula. Setelah mendapatkan obat ia segera berlari agar cepat sampai ditempat Rey berada.
Kekhawatiran Astri bertambah saat ia melihat Rey tergeletak lemas, Astri panik dan bingung, ia mencoba membangunkan Rey dengan menggoncang - goncangkan tubuhnya.
"Rey, Rey bangun donk" Kata Astri namun usahanya sia - sia karena Rey tak juga bangun.
Astri memutuskan untuk memanggil seseorang yang ada di ruangan depan, baru aja Astri akan berbalik untuk keluar memanggil orang, tangan Astri tertahan oleh tangan Rey.
Astri menengok Rey yang kini bangun dan menatap Astri, raut wajah Astri berubah yang tadinya panik kini lega karena Rey sudah bangun. Astri menunduk dan memegang bahu Rey
"Loe nggak apa - apa kan? Apa loe mau gue panggil yang lain buat nolongin loe?" Kata Astri masih merasa khawatir.
Rey menatap Astri heran tapi kemudian tersenyum yang membuat Astri tambah bingung.
"Gue baik - baik aja" Kata Rey sambil menyodorkan tangan, "Mana minuman gue" Lanjutnya.
Astripun menghela napas dan menyodorkan minuman Rey. Rey meminumnya dengan cuek, lalu ia memandang tangan Astri yang masih memegang bahunya.
Astri tersadar akan pandangan Rey yang tertuju pada bahunya, Astri lalu menurunkan tangannya, ia pun menunduk merasa salah tingkah akan pandangan Rey barusan.
"Kenapa" Tanya Rey yang kini memandang lurus ke depan, tak menghiraukan Astri.
"Eh, maksudnya kenapa?" Tanya Astri karena merasa tak mengerti akan perkataan orang yang kini berada disampingnya.
"Kenapa loe tadi khawatir banget sama gue" Tanya Rey yang masih memandang depan, dan sesekali melirik Astri.
"Eh itu karena" Astri bingung mencari kata yang tepat untuk menjawabnya, ia juga tak tau kenapa tadi dia sangat panik, jantungnya berdetak lebih kencang, keringat dinginnya keluar tangannya gemetar menandakan kalau saat ini Astri sangat gugup. Belum sempet menemukan kata - kata yang tepat Rey bertanya kembali
"Bukannya loe benci sama gue? Tapi kenapa tadi loe khawatir banget sama gue?" Tanya Rey sambil memandang Astri yang membuat Astri menatapnya kaget karena Rey salah sangka kepadanya.
"Eh" Kata Astri terhenti lagi,"Bodoh, kenapa dia bertanya seperti itu, aku kan nggak membenci dia, aku malah suka sama dia. Ayo Astri ngomong biar dia nggak salah paham" Gumam Astri dalam hati.
sejenak ia mendengus dan menelan ludahnya mencoba memberanikan diri untuk menatap Rey.
"Gue nggak benci loe ko' " Kata Astri setelah menemukan suaranya sambil tersenyum kepada Rey. Tapi kemudian Astri langsung menunduk karena tak mampu memandang Rey yang kini sedang memandangnya, jantungnya masih berdetak tak beraturan, tangannya semakin gemetar sehingga ia menggenggam tangannya sendiri agar Rey tak melihat kegugupannya.
"Aduh Rey jangan mandangin gue kaya gitu donk, gue grogi ni" Bisik Astri dalam hati tapi masih tak mampu menatap Rey.
"Berarti loe suka gue?" Kata Rey mantap sambil masih memandang lekat Astri.
Sontak Astri kaget dan langsung memandang Rey dengan heran
"Dari mana loe tau kalau gue suka loe?, bahkan Rena dan Nina mereka nggak tau kalau gue suka loe" Gumam Astri dalam hati karena tak mampu menemukan suaranya.
Astri menunduk bingung "Apa -apan ini, kenapa dia jadi kayak gini" Bisik Astri.
Rey masih menunggu jawaban dari Astri, ia masih memandang Astri yang kini menunduk menghindari tatapannya.
Jantung Astri masih berdebar ia sangat bingung mau jawab aja
"Aduh kenapa dia tanya kaya gitu, gue harus jawab apa? Masa iya gue harus ngaku kalau gue memang suka sama dia? Gue malu kalau harus ngakuin di depannya, Tapi kalau gue bilang enggak ntar dikira gue benci sama dia, aduh gimana nih?" Bisik Astri yang masih menggenggam erat tangannya.
"Eh, gue itu" Kata Astri yang memberanikan diri untuk menatap Rey namun kembali menunduk karena Rey masih menatapnya dengan penasaran.
"Kalian ternyata disini" Kata seseorang yang kini ada di pintu. Astri dan Reypun menoleh secara bersamaan
"Alhamdulillah Selamat gue dari suasana yang tak mengenakkan ini" Bisik Astri dalam hati sambil tersenyum pada Fandi.
"As, loe di panggil Arya tuh" Kata Fandi yang kini masuk menghampiri mereka.
"Oh iya" Astri bangkit dan berjalan menjauh dari Rey, sesampainya di pintu Astri berbalik berjalan mendekati Rey dan Fandi.
"Ada apa lagi" Tanya Fandi heran karena Astri kembali lagi.
"Ini" Kata Astri menyodorkan obat yang sedari tadi ia genggam hingga bungkus obatnya tak rapi lagi kepada Rey.
Setelah obat itu di tangan Rey Astri tersenyum jepada Fandi dan pergi keluar ruangan dengan menghembuskan napas lega.
"Untung aja ada Fandi, coba tadi kalau dia telat dikit aja gue harus jawab apa sama Rey?" Gumam Astri sambil melangkah meamsuki ruang depan aula.
0 comments:
Post a Comment