Thursday, 9 May 2013

cerpen Remaja: Cerpen Upik abu bukan, Cinderella juga bukan

Hai - hai ini kisah gue, Kisah seorang gadis cantik yang bernama Nara. Yaps itu nama singkat gue, kalau mau Panjang sih jadi Aira Narasati, Gue lebih suka dipanggil Nara ketimbang Aira.

Gue sebenarnya anak tunggal dari dari orang tua yang ekonominya cukup berada, namun gue punya saudara tiri, ya kalian bayangin aja kisah gue kaya kisahnya Cinderella si upik abu. Kakak dan ibu tiri gue sebenarnya mereka nggak sejahat seperti dalam kisah aslinya. Tapi entah mengapa gue selalu marah bila deketan sama mereka, bawaannya emosi aja gitu.

Nama kakak tiri gue Thalita, nama panjangnya gue nggak hafal dan nggak mau ngafalin. Umur dia nggak jauh beda sama gue, cuma beda 5 bulan aja, jadi gue sering panggil dia dengan Thalita tanpa embel - embel kakak.

Perkenalannya udah kan? sekarang kita lanjut ke cerita aja ya? Mau nggak Harus mau donk!

Berhubung Gue dan Thalita itu satu sekolahan jadi Gue dan dia sering berangkat bareng.

"Oiya Ra, hari ini gue ikut loe sampai ke sekolah ya! bolehkan?" Tanya Thalita saat kita sekeluarga sedang sarapan.

"Lha biasanya juga gitu kan?" Jawab Papa sambil memotong rotinya.

"Ya emang gitu ko' pah, Kita selalu nymape sekolah bareng - bareng" Kata Gue memotong Thalita yang ingin mengeluarkan pendapatnya. "Udah siang ni, buruan kita berangkat Ta" Ajak gue sama Thalita.

Thalita emang sering berangkat bareng gue, tapi nggak selalu nyampe dalam sekolah. Karena gue selalu nyuruh dia untuk turun sebelum sampai tepat depan sekolah.

Kalian jangan berpikiran kalau gue seperti upik abu, yang disuruh ini itu dan ditindas oleh kakak dan ibu tirinya. Gue itu bukan upik abu, tapi gue Nara si Cinderella yang selalu cantik dan yang selalu dipilih oleh
sang Pangeran Tampan.

                                                                 ***

"Hai Rian lagi ngapain?" Sapa gue kepada cowok cool yang satu ini, nggak lengkap donk soal kisah Cinderella tanpa adanya sang pangeran? Nah ini dia orang yang pas buat dibilang sebagai pangeran.

Namanya Rian cool banget pinter lagi meski sedikit jutek tapi itu yang bikin gue terpesona kepadanya.

"Lagi duduk aja, ada perlu apa?"Jawab Rian tanpa menoleh sedikit pun ke arah gue.

"Loe di panggil Bu Rina tuh?" Kata gue sedikit ketus, meski gue suka sama dia, tapi gue nggak mau donk ngerayu dia. Jadi cewek harus jaga image ach.....

"Owh" Jawab Rian sambil berdiri lalu pergi gitu aja, gue melongo dibuatnya,

"Ih dasar rese ni bocah, cuma jawab owh doank"Kata gue sambil memperagakan tinju di belakang Rian, Rian pun menoleh dan tiba - tiba tersenyum ke arah gue.

Gue terkesima oleh senyumannya, "Ya ampun senyumnya cool banget" Jerit gue dalam hati sambil menelan ludah.

Gue berjalan ke arah kantin bareng temen - temen gue, mereka saling mengobrol ngalur ngidul nggak jelas, sedang gue masih terbayang senyuman Rian, tak sengaja gue ngeliat Thalita sedang berkutat dengan bukunya.

Meskipun diluar gue selalu acuh sama dia, namun sejujurnya gue iri sama dia yang selalu dapat nilai terbaik dikelasnya dan gue sayang sama dia.

"Ra, loe ngiliatin apaan sih?" Tanya Nanda sambil menggunjang badan gue.

"Nggak ngeliatin apa - apa ko'" Jawab gue, "Udah yuk cepetan ke kantinnya" Kata gue sambil menarik Nanda agar mempercepat langkahnya.

Suasana di kelas sangat ramai karena memang jam ini adalah jam kosong jadi terserah siswa yang akan mengisi jamnya.

"Besok jadikan pesta ultah loe Ian?" Tanya Nadin yang mendapatkan surat undangan di pesta ulang tahun Rian.

Rian hanya mengangguk saja. "Jangan lupa pada dateng ya" Lanjutnya.

Semua siswa dikelas diundangnya, termasuk juga gue. Tapi ada satu hal yang mengganjal di hati gue, kenapa dia mengundang Thalita juga?

Undangannya di titipin ke gue lagi.

"Ra, jangan lupa ngajak Thalita juga ya" Kata Rian sambil memegang bahu gue, gue hanya tersenyum saja tanpa sadar gue juga mengangguk.

"Huuh sebel" Jerit gue dalam hati.

                                                                         ***

Malam ini adalah malam perayaan ulang tahun Rian, gue udah mempersiapkan segalanya, dari baju baru, sepatu baru, bahkan wajah gue udah di make up disalon pula.

Gue udah dandan secantik mungkin bak Cinderella, maklum namanya aja mau dateng ke pesta sang pangeran.

Tak lupa pula gue juga ngajak Thalita buat ke pesta bareng gue, secara gue kan udah disuruh Rian buat ngajak Thalita. "Ih ngapain sih Rian nyuruh gue buat ngajak si kakak tiri ini" Bisik gue dalam hati.

Thalita hanya tersenyum melihat gue.

"Loe hari ini cantik banget Ra" Katanya

"Ach masa sih? perasaan biasa aja, loe juga cantik ko'" Kata gue sambil tersenyum kepadanya.

"Emang sih loe cantik, tapi yang pasti masih cantikan gue lah" Bisik gue dalam hati.

Akhirnya kita nyampe juga di pesta Rian, semua orang udah pada dateng dan acara akan segera dimulai.

Gue sama Thalita turun secara bersamaan, semua mata tertuju pada gue dan Thalita tapi pastinya lebih banyak ke gue donk. Karena gue kan Cinderellanya dan dia kakak tirinya.

Harusnya kan gue sama dia nggak berangkat bareng biar lebih pas gitu dengan dongengnya.

Kalau di dongeng pesta diisi dengan acara dansa?, kalau disini bukan dansa tapi diisi dengan penampilan Rian bernyanyi sambil memainkan piano

"Oooh so sweet, jadi tambah suka gue ke dia" Gumam gue sambil terus menatap Rian, Rian pun memandang gue sambil tersenyum. Bikin gue tambah terpesona.


Setelah penampilan Rian kini saatnya tiup lilin dan potong kue, dan semoga aja potongan pertamanya buat gue, yang berarti kan gue adalah orang spesial buat dia.

"Setelah potongan kue buat mama dan papa gue, kini giliran potongan kue yang gue persembahkan untuk seseorang yang gue suka dan gue sayangi" Kata Rian sambil mengangkat potongan Rotinya.

"Pasti gue kan Ian, pasti gue" Bisik gue dalam hati karena udah nggak sabar.

"Rencananya gue pengen nembak dia malam ini juga, jika dia mau menerima jue ini, berarti itu tandanya dia mau jadi pacar gue, namun jika menolak berarti dia memang bukan jodoh gue" Lanjut Rian sambil berjalan memutari temen - temen ceweknya dan juga melewati gue

"Gue pasti mau, gue mau banget Ian" Jerit gue sekali lagi dalam hati.

"Dan gue sangat berharap kalau dia mau menerima Roti ini" Kata Rian yang kini berhenti di belakang gue.

napas gue, jantung gue udah nggak bisa berkompromi ingin rasanya meledak - ledak.

"Maukah kamu jadi pacar aku Thalita" Kata Rian sambil menyodorkan rotinya ke arah Thalita.

Suara Rian sangat jelas terdengar di belakang telinga gue, tapi seakan gue bisu gue nggak bisa dengar apa Rian katakan lebih tepatnya gue nggak mau dengar.

Jantung gue seperti berhenti gue terpatung kenapa harus Thalita? Kenapa bukan gue?" Kata hati gue nggak bisa terima.

Apalagi saat mendengar tanggapan Thalita

"Gue mau jadi cewek loe" Kata Thalita tegas, sambil tersenyum kepada Rian.

Gue nggak pernah ngeliat senyum Rian yang begitu riang sebelumnya, dan kini dia tersenyum sangat bahagia begitu juga dengan Thalita.

Tapi gue sendiri, hati gue hancur seketika itu, pelan - pelan gue melangkah mundur gue nggak sanggup untuk melihatnya, pangeran hati gue, nggak milih gue sebagai Cinderellanya.

Gue berlari ke arah mobil tapi disaat berlari sepatu gue rusak.

"Bodoh, kenapa gue masih seperti Cinderella? Padahal gue bukan upik abu, dan gue juga bukan Cinderella."





END..............................




0 comments: