Wednesday 29 May 2013

Cerpen Misteri, Cerpen Tangga 13 : Bunga Mawar Putih

Penulis balik lagi nih sama cerpen misterinya, cerpen ini masih kelanjutan dari cerpen tangga 13. Sebenernya sih penulis nggak jago bikin cerpen misteri, jadi dimaklumi aja yah kalau kurang serem. N kalau pembaca ngerasa masih kurang serem ditambahin sendiri aja deh seremnya. hi hi hi :-)







Cerpen Tangga 13 : Bunga Mawar Putih

Malam hari ketika selesai makan malam ku rebahkan badan ini keatas tempat tidur, ku pandangi langit - langit kamar dan sedikit memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada keadaanku yang sekarang ini.

"Bagaimana mungkin semua teman yang ada di kelas itu mengenalku? Bagaimana mungkin aku bisa menghafal setiap seluk beluk sekolah padahal aku yakin hari ini adalah hari pertamaku masuk ke sekolah itu, dan bagaimana bisa aku memimpikan tangga 13 itu, Acch semuanya bikin aku pusing" Gumamku sambil menutup wajahku, merasa kesal dan pusing dengan semua ini. Ku balikkan badan dan memeluk boneka kesayanganku.

Terdengar suara pintu di ketuk lalu ku persilahkan orang yang mengetuk pintu untuk masuk tanpa berbalik memandangnya.

"Kakak udah mau tidur?" Tanya Vivi yang kini berjalan menghampiriku.

"Belum" Jawabku tanpa menoleh ke arah Vivi. Vivi terus berjalan dan berbaring disampingku lalu mengambil boneka yang ku peluk.

"Ih Vivi orang kakak lagi kangen sama Teddy juga" Kataku sambil merebut bonekaku kembali.

"Lagian kakak, Vivi kesini ko' malah didiemin aja" Kata Vivi yang kini beralih mengambil buku - buku koleksiku.

"Lah terus kakak harus bilang apa?" Kataku dengan lesu, Vivi hanya memandangku dan menghela napasnya.

Ia membolak balikkan buku yang ada di tangannya, meski ku yakin Vivi tak membacanya, dia hanya ingin menggangguku saja.

"Gimana tadi di sekolah baru Vi?" Tanyaku kepada Vivi karena sudah terlalu lama terdiam, Vivi menatapku dengan mata yang berbinar - binar senang karena ia ke kamarku ingin berbagi cerita tentang hari pertamanya di sekolah.

"Hem seneng kak, banyak anak - anak yang ingin kenalan sama Vivi" Jawabnya, aku hanya bisa tersenyum sambil beralih badan dari berbaring menjadi duduk ditepi ranjang, Vivi pun mengikutinya.

Dia lalu bercerita bagaimana Vivi merasa senang menjadi murid baru di sekolahnya, Aku hanya mendengar sekilas tanpa minat dan kuanggap angin lalu saja. Ya begitulah adikku selalu punya cerita untuk bisa dibagi sedangkan aku terlalu banyak cerita yang tak bisa ku bagi dengan orang lain kecuali bunda, meski aku tak pernah bercerita langsung namun bunda selalu tau apa yang aku pikirkan.

"Kakak sendiri gimana di sekolah itu?" Tanya Vivi yang membuatku bingung dan menimbang - nimbang akankah aku cerita kepada Vivi apa yang aku alami hari ini?

Ku putuskan untuk menceritakannya kepada Vivi karena aku enggan menyimpan masalah ini sendirian, Ku hela napas panjang dan ku ambil teddy lalu memeluknya.

"Kakak, merasa aneh di sekolah itu" Kataku dengan muka masam, Vivi pun mengkerutkan keningnya merasa heran.

"Aneh gimana maksud kakak?" Tanya Vivi mencoba meyakinkan.

Aku pun menceritakan semua kejadian yang aku alami di sekolah, Vivi mendengarkanku dengan baik dan terlihat mengkerutkan kening merasa heran. Aku juga menceritakan tentang mimpiku kepada Vivi, Vivi terlihat ngeri dan takut.

"Ih kakak jangan nakut - nakutin Vivi donk" Komentarnya setelah aku ceritakan mimpi yang aku alami setelah pindah ke daerah ini.

"Kakak nggak nakut - nakutin kamu ko', kamunya aja yang lebay" Kataku dengan sinis, Vivi pun bangkit dan berjalan ke arah jendela.

"Masa reaksi mereka begitu kak? Apa kakak punya kembaran yang dulu pernah sekolah disitu?" Tanya Vivi mengutarakan pendapatnya.

"Mana mungkin kakak punya saudara kembar, bunda nggak pernah bilang kepada kita" Jawabku mematahkan argumen Vivi.

"Oh iya ya" Balas Vivi sambil mengangguk - anggukan kepalanya," Lalu soal mimpi itu apa ada kaitannya dengan reaksi siswa di sekolah itu kak?" Tanya Vivi lagi dengan nada penasaran.

"Entahlah kakak juga bingung, sebenarnya firasat apa yang ada dimimpi kakak itu, kenapa kakak memimpikan anak tangga itu" Balasku dengan mengangkat bahu, kami pun diam dengan pikiran masing - masing.

Kulihat Vivi seperti memikirkan sesuatu, mungkin dia memikirkan sesuatu tentang mimpi itu sama seperti aku. Aku diam - diam tersenyum memandangnya, berkat Vivi kini bebanku tentang mimpi itu bisa sedikit berkurang.

"Kak sini deh" Kata Vivi yang menyuruhku mendekat ke jendela.

"Ada apa" Tanyaku saat sudah berada disamping Vivi, Vivi lalu menunjuk kearah rumah tetangga yang bersebelahan dengan rumah kami, aku mengernyitkan dahi saat memandang rumah yang ada disebelah, seorang pemuda sedang melambai - lambaikan tangannya kearah kami lalu berjoged ria seakan ingin mengutarakan sesuatu, Vivi dan aku saling berpandangan.

"Apa maksudnya" Kata kami berbarengan, karena penasaran akhirnya kami keluar kamar menuju pelantaran rumah sesuai saran pemuda di jendela itu.

"Hei kalian mau kemana?" Tanya bunda yang berada di ruang santai.

"Keluar sebentar bun" Jawabku lalu pergi keluar dengan segera tanpa menunggu jawaban dari bunda selanjutnya.

Aku dan Vivi sampai di depan rumah, pemuda tadi juga sudah berada di depan rumah. Ia lalu tersenyum melihat kami dan menghampiri kami.

"Hai kenalin, aku Roni tetangga kalian" Katanya sambil mengulurkan tangan.

"Owh jadi kakak ini mau kenalan sama kita, aku kira kakak dalam bahaya" Jawab Vivi dengan ngasal.

"Sorry, habisnya udah 3 hari kalian pindah kalian nggak pernah keluar, dan tadi kebetulan aku lagi acting ternyata kamu melihatnya. Sekalian aja aku nyuruh kalian keluar" Kata Roni sambil terkekeh dan salah tingkah.

"Owh, kamu bikin kami kaget aja tau nggak" Kataku memandang Roni dengan aneh, Roni pun memandangku dengan tatapan aneh antara tak percaya dan senang.

"Aku Vivi dan ini kakakku Aira, tadi nama kakak Roni kan?" Kata Vivi mengalihkan pandangan Roni agar tak memandangku.

"Ya aku Roni, kamu tadi bilang apa? Nama dia Aira?" Tanya Roni sambil menunjukku, "Bukan hanya wajah yang mirip bahkan nama aja sama"Gumamnya lirih sambil mememperhatikanku.

"Kamu bilang apa tadi?" Tanyaku memastikan bahwa Roni telah bergumam sesuatu.

"Ach tidak apa - apa" Jawabnya dengan nada mengelak, "Owh ya, kalian sekolah dimana?" Tanya Roni.

"Aku di SMP N 1, dan kakakku di SMA N 1, kami baru pindahan" Jawab Vivi yang dibalas dengan anggukan Roni,

"Wahh berarti kita satu sekolah donk" Sahutnya sambil tersenyum, kami pun bercengkrama lebih lanjut hingga hari semakin malam, Aku dan Vivi memutuskan untuk masuk kedalam rumah begitu pula denga Roni.

"Kak Roni itu aneh ya kak? Tapi orangnya lucu juga" Kata Vivi sebelum aku masuk ke dalam kamar, aku hanya membalas dengan angkat bahu dan tersenyum kepadanya.

Aku berjalan - jalan menyusuri jalan raya yang panjang dan terasa asing, entah kemana kakiku melangkah karena aku tak mengenal tempat ini. Namun langkahku menuntunku ke arah jembatan yang melintang diatas sana. Ya aku berada di bawah sebuah jembatan tapi aku tak mengenal daerah ini. Aku berdiri diam tepat berada di bawah jembatan mengedarkan pandangan seraya mencari - cari sesuatu.

Mataku terhenti saat kulihat ada setangkai bunga terjatuh dari atas jembatan, pelan - pelan ku hampiri bunga itu lalu memungutnya.

"Bunga mawar putih" Gumamku sambil memperhatikan bunga itu, di kelopak bunga mawar putih itu terdapat noda merah yang tiba - tiba muncul, aku bingung memperhatikannya.

"Ko' ada noda merah" Kataku sambil mengusapkan noda dengan telunjuk jari, namun noda itu semakin banyak mengotori kelopak bunga. Ternyata noda merah tersebut bukan dari mawar putih melainkan dari atas bagai hujan yang menetes ke bumi, aku mendongak mencari tau dari mana noda itu berada.

"ACCCHHH buuuuk" Sesaat kemudian terdengar suara benda jatuh berbarengan dengan teriakanku yang telah menghindar sedikit menjauh dari tempat semula.

Seorang perempuan jatuh dari atas jembatan dan mendarat ke jalanan dengan mata terbelalak dan tubuh penuh darah, aku tak kuasa menahan takut, bunga yang tadi ku genggam berada tak jauh dari perempuan itu. Mata itu tertuju kepadaku, tatapan penuh dengan kesedihan dan harapan yang seakan meminta tolong padaku. Aku tak bisa apa - apa, ku coba untuk berdiri namun tak bisa, ku edarkan pandangan mencari seseorang untuk menolak gadis itu namun tak ada.

Aku menangis bingung, ingin rasanya aku mendekatinya memeriksa gadis itu, apakah ia masih hidup atau sudah meninggal karena begitu banyak darah yang menggenanginya. Aku masih diam membisu berhadapan dengan gadis yang tergeletak tak jauh dariku, ia seperti ingin mengatakan sesuatu. Aku tersadar dan berusaha menggerakkan tubuhku untuk maju mendekatinya.

"Gadis itu masih hidup, aku harus menolongnya" Gumamku sambil berusaha bangkit, selang beberapa menit, saat aku hampir mendekati gadis itu, terdengar suara mobil dan menindas badan gadis yang sudah tergeletak lemas itu membuat sekujur tubuhnya mengeluarkan lebih banyak darah dan kaku seketika.

"Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkkk" Teriakku lemas sambil menahan tangis, dan terbangun karena alaram ku berbunyi, dengan napas yang masih tersengal - sengal aku mengucapkan kata istighfar berkali - kali dalam mimpi itu terlihat sanagt jelas.

***

Selang beberapa hari setelah perkenalanku dengan Roni kini kami sudah semakin akrab dan sering pulang pergi bareng ke sekolah dengan menggunakan sepeda Roni. Meski beberapa kali mimpi buruk yang tak aku mengerti firasatnya aku tetap berusaha untuk tak memikirkannya.

Pagi ini aku dan Roni pergi ke sekolah bersama, karena kami kesiangan jadi kami memilih jalan pintas agar bisa cepat sampai ke sekolah.

"Kita lewat jalan pintas saja yah, biar cepet sampai" Kata Roni sambil menggayuh sepeda dengan cepat

"Iya terserah kamu asal nggak nyasar aja" Jawabku sambil berpegangan lebih erat lagi.

Kami menulusuri jalan setapak dan sedikit persawahan berbeda jauh dengan jalan utama yang pernah aku lewati bersama ayah.

"Sepertinya jalan ini tak asing bagiku" Kataku sambil mengedarkan pandangan, lalu kami menaiki sebuah jembatan tepat ketika berada ditengah - tengah jembatan aku menyuruh Roni untuk berhenti.

"Stop Ron, berhenti sebentar" Pintaku kepada Roni, Roni pun menghentikan laju sepedanya dengan nada cemas.

"Kamu mau ngapain sih, ayo naik ntar kita telat lho" Kata Roni, namun aku tak menghiraukan tegurannya malah berjalan ke arah tepi jembatan meraba tiang jembatan mencoba mengingat sesuatu tentang tempat ini lalu aku menengok ke bawah jembatan ternyata sebuah jalan raya yang ramai dengan kendaraan, aku menutup mataku mencoba mempertajam ingatanku dan tepat saat itu bayangan mimpiku muncul sesosok perempuan yang jatuh dari jembatan ini dan tak lama tertabrak sebuah mobil. Aku langsung membuka mata dengan napas tersengal - sengal merasa ngeri akan ingatanku, Roni yang kini berada disampingku mengernyit bingung

"Ada apa?" Tanya Roni kepadaku, aku hanya menggeleng kepala

"Tidak apa - apa ayo cepat pergi" Ajakku kepada Roni, Roni pun menurut dan mulai mengayuh sepedanya, aku hanya bisa diam memandang sekeliling jembatan dan melihat setangkai bunga mawar putih tergeletak di tempat aku tadi berdiri.

"Roni, pulang sekolah apakah kau mau mengantarku ke tempat ini" Pintaku kepada Roni, membuat Roni bingung. Namun tak urung ia mengiyakannya.



***

Di sekolah aku tak mempunyai teman kecuali Roni, tatapan mereka yang aneh terhadapku membuatku enggan menyapa mereka. Meski aku pernah menyapa mereka namun tetap saja mereka tak ingin membalas sapaanku bahkan lebih memilih pergi dari hadapanku.

Pada jam istirahat aku enggan pergi ke kantin meski Roni telah mengajakku, namun akhirnya ia sendirian yang pergi ke kantin karena tak berhasil membujukku. Ku duduk dibangkuku dan mulai membuka buku bacaan yang sengaja aku bawa dari rumah untuk menemaniku disaat jam istirahat.

"Boleh aku duduk disini" Tiba - tiba ada teman sekelasku meminta ijin untuk duduk disebelahku.

"Silahkan" Jawabku sambil menutup buku dan tersenyum padanya.

"Namaku Kaila, maaf ya baru bisa mengenalkan namaku ke kamu, padahal sudah hampir satu bulan kamu disini" Kata Kaila sambil mengulurkan tangannya dan aku pun menyambut tangannya.

"Tidak apa - apa" Balasku sambil tersenyum kepadanya, Kaila pun tersenyum kepadaku, kulihat dalam matanya bahwa ia tulus mau berteman denganku. Namun ada sedikit rasa sedih dan rindu di sinar matanya.

"Aku tau kau pasti merasa bingung kenapa para siswa disini memandangmu dengan tatapan aneh" Kata Kaila membuka pembicaraan, aku hanya bisa membalas dengan anggukan.

"Butuh waktu lama untuk mempercayai bahwa kau bukan dia, begitu pun dengan aku yang masih percaya bahwa kau adalah dia dan sedikit ada rasa takut untuk berdekatan denganmu" Kaila mulai menjelaskan sesuatu yang membuatku bingung.

"Maksudnya Dia itu siapa?" Tanyaku dengan hati - hati, Kaila memandangku dengan pandangan kesedihan. Semua orang juga memandangku seperti ini, namun diantara mereka tak pernah ada yang menjelaskan kenapa memandangku seperti itu, begitu pula dengan Roni.

"Dia adalah sahabatku yang meninggal dua bulan yang lalu karena bunuh diri" Kata Kaila memandang meja yang ada didepan kami dengan menahan air mata yang sebentar lagi mungkin akan keluar

"Aku tak percaya bahwa dia meninggal dengan seperti itu, aku bahkan tak percaya bahwa dia kini telah tiada. Dia yang ku kenal begitu taat beribadah dan tak pernah ada masalah kenapa harus meninggal dengan cara bunuh diri" Kaila tak kuasa menahan tangisnya, aku hanya bisa memegang pundaknya dan menguatkannya. Aku ingin mencegah agar Kaila tak meneruskannya ceritanya karena akan membuat ia sedih, namun aku juga penasaran dengan alasan ia memandangku dengan seperti itu.

"Kau tau semua orang disini merasa kehilangannya, kami sangat sayang padanya namun kenapa dia pergi dengan cara bunuh diri, dan sudah hampir 3 bulan aku melupakannya agar ia tenang dialamnya. Namun tiba - tiba kau datang dengan segala kemiripanmu dengannya. Waktu pertama kali ku dengar gosip akan ada murid baru bernama Aira, aku kira hanya nama saja yang mirip ternyata wajah dan bahkan tanggal lahir kalian sama" Kata Kaila yang kini menelungkupkan wajahnya diatas meja sambil berusaha menahan isak tangisnya.

Aku sedikit berpikir "Apakah aku ini mempunyai sandara kembar, yaitu Aira yang telah diceritakan oleh Kaila, tapi bunda nggak pernah ngasih tau kami bahwa aku mempunyai saudara kembar" Aku memandang Kaila yang merasa sangat sedih dan bisa merasakan kehilangannya. Tapi aku tak bisa berbuat apa - apa untuk menenangkannya karena aku juga kaget bahwa aku ternyata mirip sama seseorang yang sudah meninggal dan membuat semua takut terhadapku.

"Apakah ini wajar dan apakah ini hanya kebetulan" Gumamku yang dibarengi dengan gumaman Kaila.

***

Aku berjalan gontai menuju ke parkiran dimana Roni sudah menungguku, kenyataan bahwa aku sangat mirip dengan seseorang yang telah meninggal membuatku lemas dan pusing untuk memikirkannya.

"Pantas saja mereka menjauhiku, apa mereka kira aku adalah hantu dari Aira" Gumamku saat telah sampai dihadapan Roni.

"Kau kenapa Aira" Tanya Roni kepadaku. Aku memandang Roni sesaat lalu menghela napas

"Sebenarnya ada hal yang ingin aku tanyakan sama kamu, tapi bukan disini" Kataku

"Kau ingin tanya apa?" Tanya Roni penasaran.

"Sudah kita jalan dulu nanti kalau kita sudah sampai ditempat tujuan, jadikan kau mengajakku ke jembatan tadi pagi?" Tanyaku yang sudah duduk diboncengan sepeda Roni, Roni hanya mengangguk dan mulai mengayuh sepedanya.

Kami turun di pinggir jembatan tadi pagi yang kami lewati, dadaku masih sesak merasa tak percaya akan kenyataan ini. Aku terdiam dengan memandang ke arah bawah jemabatan

"Kau tadi bilang ingin bertanya kepadaku, mau nanya soal apa?" Tanya Roni sambil memilin - milin rumput yang ada di tangannya.

"Kau mengenal Aira kelas 2 IPA" Jawabku dengan nada lemah dan tak memandang Roni,

Roni sepertinya kaget mendengar pertanyaanku, ia menelan ludah sejenak dan memandang ku dengan tatapan aneh.

"Pastinya aku kenallah kan orangnya ada disamping aku" Jawab Roni sambil terkekeh namun kekehannya terhenti saat ku tatap dengan tajam seakan menandakan bahwa aku sedang tak ingin bercanda

"Kau pasti tau siapa yang ku maksud" Kataku lirih memandang Roni, Roni menghela napas kembali dan menatap kearah depan.

"Dia Aira Natasya, anak kelas 2 IPA cantik pintar dan energik, semua teman - teman di sekolah senang berteman dengannya, karena ia termasuk orang yang pandai bergaul. Aku cukup dekatnya bahkan bisa disebut sabagai sahabat oleh Aira, Aira tak pernah mengeluh padaku soal masalahnya. Namun dua bulan yang lalu ia di temukan tewas tertindas mobil di bawah jembatan ini" Kata Roni menceritakan tentang Aira sambil menunjuk kearah bawah aku memperhatikannya, dengan susah payah ia mencoba menahan air matanya agar tak keluar.

"Ada seorang saksi yang mengatakan kalau Aira terjun dari jembatan ini dan tak lama kemudian ia tertindas mobil yang melintas, kasus ini dikatakan kasus bunuh diri, namun aku yakin Aira mati bukan bunuh diri dia nggak mungkin melakukan perbuatan keji itu" Lanjut Roni yang kini menunduk lesu. Aku teringat mimpiku tentang seorang gadis yang terjun dari jembatan ini.

"Apa itu Aira" Gumamku dalam hati

"Dan didekat tubuhnya terdapat setangkai bunga mawar putih kesukaannya, namun bunga mawar putih itu berubah menjadi bunga warna merah karena terkena darah Aira" Lanjut Roni yang masih saja menundukkan kepalanya.

"Aku yakin wanita didalam mimpiku itu Aira"

To be Continue

0 comments: