Setelah beberapa menit terdiam Rima pun mencoba memberanikan diri untuk bertanya pada Bu Lena,
"Sebenarnya Ibu memanggil saya untuk apa Bu?, apa saya akan mendapatkan hukuman lagi?" Tanya Rima dengan hati - hati,
"Duuh, bego banget sih gue! masa pertanyaannya kaya gitu? duuh Bu Lena tersingung apa nggak ya? Tapi pertanyaan gue bener nggak ya tadi?" Gumam Rima dalam hati.
"Ehem, Ibu dengar kamu mencari seseorang bernama Adnan?" Tanya Bu Lena dengan wajah serius.
"Haah, ko' Bu Lena tau kalau gue lagi nyari Adnan?" Gumam Rima tak percaya, " Tapi apa hubungannya dengan Bu Lena? kenapa gara - gara masalah ini gue dipanggil?".
"Rima, Ibu tanya sama kamu kenapa kamu malah diam saja?" Tanya Bu Lena sekali lagi.
"Eh, anu bu! iya saya sedang mencari seorang murid yang bernama Adnan" Ucapan Rima terputus melihat perubahan wajah dari Bu Lena.
"Memang ada perlu apa kamu sama Adnan?" Tanya Bu Lena kembali, yang membuat Rima sangat bingung kenapa Bu Lena ingin tau urusannya.
Sejenak ia terdiam, menimbang - nimbang kata apa yang akan ia keluarkan sebagai jawaban atas pertanyaan Bu Lena.
"Duuh, gue bingung mau jawab apa? Masa iya gue harus bilang alasan yang sebenarnya pada Bu Lena kenapa gue nyari Adnan, ach itukan memalukan. tapi sejak kapan sih masalah seperti ini seorang guru harus tau, inikan masalah pribadi seorang murid? Duuh gimana ya?" Gumam Rima dalam hati sambil menggenggam tangannya yang gemeteran.
"Rima, Ibu tanya sama kamu, kenapa kamu nggak jawab?" Tanya Bu Lena mendesak Rima yang dari tadi hanya diam saja.
"Eh itu Bu, saya mau mengembalikan buku Adnan yang kemaren ketinggalan diperpustakaan" Jawab Rima,
"Ach untung ide itu muncul saat detik -detik yang terakhir, huuuh" Gumam Rima dalam hati sambil menghela napasnya.
"Ibu boleh liat buku Adnan?" Tanya Bu Lena sambil menodangkan tangannya.
"Eh." Rima agak terkejut dengan sikap gurunya, karena bagi dia sikap gurunya itu tak seperti guru yang lainnya, seakan menurut Rima, Bu Lena sangat mencampuri urusannya.
Rima pun merogoh tasnya dan mengeluarkan buku Adnan yang bersampul coklat.
"Itu buku Adnan yang tertinggal di perpustakaan kemaren bu, maaf bu sebelumnya apa Ibu mengenal Adnan?" Tanya Rima yang memberanikan dirinya umtuk bertanya seperti itu, meski mungkin itu termasuk kurang ajar, namun rasa penasarannya atas sikap Bu Lena sehingga dia memberanikan diri untuk bertanya seperti itu.
"Kamu beneran ingin ketemu sama Adnan Rim?" Tanya Bu Lena memandang wajah Rima lekat - lekat.
Rima pun hanya bisa mengganguk saja tanpa berkata apa - apa.
Sesaat dilihatnya wajah Rima, mencari keseriusan didalam wajah Rima. Bu Lena tak tau harus berkata apa. Ia hanya bisa menarik napas dalam - dalam seakan memilih pilihan yang sulit umtuknya.
"Baiklah Ibu akan mempertemukanmu dengan Adnan, tapi kamu janji jangan pernah bilang siapa - siapa tentang Adnan." Kata Bu Lena, Rima hanya mengangguk dan tersenyum senang.
"Ternyata tebakan gue benar kalau Bu Lena kenal sama Adnan, dan dia akan mempertemukan gue dengan Adnan" Kata Rima dalam hati.
"Ayo ikut Ibu" Ajak Bu Lena sambil berdiri,
"Tapi Bu, apa Sisil boleh ikut? karena dia sedang menunggu saya di luar ruangan ini!" Kata Rima setelah sadar akan keberadaan Sisil yang sejenak tadi dilupakannya.
"Kalau menurut kamu dia bisa menjaga rahasia dia boleh ikut" Kata Bu Lena, Rima hanya bisa tersenyum dan memastikan kalau Sisil bisa menjaga rahasia.
*** Sajak Cinta Untuk Rima part ending
Akhirnya mereka berada didalam mobil Bu Lena yang mengajak mereka pergi entah kemana. Baik Rima maupun Sisil tak berani bersuara untuk mengganggu Bu Lena yang sedang menyetir, meski banyak pertanyaan didalam otak Rima dan Sisil, tapi tak ada satu pertanyaan yang terlontarkan.
Tak berapa lama mereka pun tiba di sebuah rumah sakit jiwa. Rima dan Sisil pun kebingungan dengan apa yang mereka lihat.
"Rim, Bu Lena nggak mungkin masukin kita ke rumah sakit jiwa kan?" Tanya Sisil kepada Rima, Rima pun tak bisa menutupi kebingungannya,
"Gue belum gila kan Sil" Kata Rima sambil mengangkat tangan Sisil dan meletakkan tangannya ke dahi Rima.
"Ya belum lah, kalau loe gila low nggak mungkin masuk sekolah tapi masuk ke rumah sakit ini" Kata Sisil sambil menapis tangannya.
"Sisil, Rima ayo turun" Kata Bu Lena yang mengagetkan mereka. Mereka pun akhirnya turun dari mobil Bu Lena dengan hati was - was.
Mereka mengikuti Bu Lena dengan bergandengan tangan dan hati yang was - was.
"Maaf bu, kita kesini mau nemuin siapa" Dengan sangat hati - hati Rima bertanya pada gurunya, namun Bu Lena hanya diam saja dan tak menanggapi pertanyaan dari Rima.
Dengan berat hati Rima dan Sisil hanya bisa mengikuti kemana Bu Lena pergi tanpa bisa berkata apa - apa.
"Duuh, gue takut nih Rim" Kata Sisil yang memang terlihat ketakutan karena tak pernah melepaskan tangannya yang bergelantungan di tangan Rima.
"Kita pulang aja yuk?" Lanjutnya dengan nada yang sangat rendah agar Bu Lena tak mendengarnya, namun sayang meski dengan suara serendah mungkin Bu Lena tetap bisa mendengarnya.
"Kita sudah sampai ditujukan, kamu nggak usah takut Sil!" Kata Bu Lena menegaskan Sisil, karena perkataan Sisil sedikit menyinggungnya.
Mereka tiba disebuah kamar penghuni di rumah sakit tersebut. Rima bingung akan sikap Bu Lena yang hanya diam saja tanpa berniat membuka pintu kamar tersebut padahal ia sudah membawa Sisil dan Rima ke tempat ini.
"Kamu bilang kamu ingin ketemu sama Adnan kan Rima?" Tanya Bu Lena tiba - tiba tanpa menoleh ke arah Rima dan hanya memandangi daun pintu kamar tersebut, Rima mengangguk dan membenarkan perkataan gurunya.
"Adnan ada didalam, kalau kamu mau bertemu dengannya silahkan buka pintu ini" Kata Bu Lena masih dengan tak menoleh ke arah Rima, namun berjalan mundur agar Rima bisa meraih pintu tersebut.
Rima bingung dengan maksud perkataan gurunya itu, meskipun kebingungan namun ia tetap berjalan dan meraih pintu itu.
Dadanya sesak ia pun mencoba menghela napas dan memandang ke arah Bu Lena mencoba mencari kepastian apa harus ia membuka pintu itu.
Dengan balasan anggukan dari Bu Lena dan Sisil, Rima akhirnya membuka pintu tersebut agar bisa menjawab rasa penasarannya.
Apa yang dikatakan Bu Lena ternyata memang benar, di kamar iru terdapat sesosok orang yang berapa hari ini ia tunggu, beberapa hari ini ia cari namun dengan kondisi yang jauh berbeda dari sebelumnya karena Adnan yang berada di kamar ini seperti patung dengan pandangan kosong.
"Adnan mengalami depresi berat, ia terganggu mentalnya karena kecelakaan yang dialami Adnan satu tahun yang lalu. Dalam kecelakaan itu, ia kehilangan kekasih yang sangat dicintainya dan juga ayahnya. Seharusnya ia bisa melanjutkan kuliah dan berada di semester 2" Kata Bu Lena yang tanpa ditanya menceritakan keadaan Adnan kepada Rima dan Sisil sambil menahan tangis mengingat kecelakaan dulu.
Rima dan Sisil hanya bisa diam dan tak perkata apa - apa, tak disangka air mata Rima jatuh menetes membasahi pipinya, Ia lalau mengusap pipi dan menoleh kearah Bu Lena ingin bertanya kenapa "Kenapa Ibu tau banyak tentang Adnan?"
"Dia anak ibu, satu - satunya harapan ibu" Kata Bu Lena kini dengan air mata yang tak dapat dibendungnya lagi.
"Dia selalu menyalahkan diri sendiri dan tak bisa menerima bahwa Rimanya sudah tiada. Kekasih Adnan juga bernama Rima sama seperti kamu. Pada waktu itu Adnan, ayahnya dan Rima pergi untuk mendaftar di salah satu universitas kota. Namun naas mobil mereka mengalami kecelakaan dan yang selamat hanya Adnan.
*** Sajak Cinta Untuk Rima part ending
Rima dan Sisil pulang dengan gontai, Rima masih shok dengan keadaan Adnan yang sebenarnya. Ia benar - benar tak menyangka lagi saat mendengar bahwa Adnan menyukainya.
"Gue nggak nyangka nasib Adnan tragis kaya gitu!" Kata Sisil memulai pembicaraan namun hanya dijawab dengan anggukan lesu Rima.
"Gue juga nggak nyangka kalau Bu Lena ternyata punya beban seperti itu, tapi dia tak malu dan tetap tegar seperti biasa, gue salut sama Bu Lena" LAnjut Sisil sambil memandang sahabat yang ada disampingnya.
Namun hanya yang dibalas anggukan lagi oleh Rima.
Tau kalau sahabatnya sedang shok karena menyukai seseorang yang mengalami gangguan jiwa, Sisil hanya bisa menghela napas dan tak tau harus berbuat apa untuk menghibur Rima.
Tiba - tiba saja langkahnya terhenti, membuat langkah Rima juga berhenti.
"Ada apa?" Tanya Rima dengan sangat lesu.
Sisil hanya memandang Rima dengan tatapan meremehkan dan menghina, Rima jadi bingung dengan sikap sahabatnya itu.
"Apa - apaan wajah loe lesu gitu, lebih buruk dari wajah loe yang habis bangun dari kebiasaan tidur loe" Kata Sisil dengan nada membentak.
"Eh." Kata Rima kaget
"Adnan itu cuma sakit, dan semua penyakit itu bisa sembuh jika Allah berkehendak, terus kenapa muka loe kaya orang yang ingin mati kan yang sakit Adnan bukan Elo" Kata Sisil menuding wajah Rima, Rima semakin bingung dengan perkataan Sisil.
"Kalau loe emang cinta ma Adnan harusnya loe sembuhin dia dengan cinta loe, bukan malah memasang wajah ingin bunuh diri kaya gitu, bukannya kata dokter Adnan bisa sembuh dan salah satu cara menymbuhkan Adnan adalah dengan kasih sayang dan perhatian kan? Jadi loe bisa nyembuhin dia dengan perhatian loe" Kata Sisil dengan nada serius.
"Jadi menurut loe gue harus sering mengunjungi Adnan dan menunjukkan perhatian gue ke dia?" Tanya Rima, Sisil hanya mengangguk sebagai balasannya.
Rima nampak berpikir sejenak
"Kenapa? loe nggak mau mengunjungi dia loe malu jika temen - temen kita tau loe deket sama orang gila?" Kata Sisil menebak isi hati Rima, Rima hanya diam dan itu cukup untuk membenarkan kata - kata Sisil.
Sisil pun hanya menghela napas berat dan mengalihkan pandangan ke yang lain.
"Kalau begitu loe nggak bener - bener cinta sama dia, jangan salahiin gue kalau gue yang gantiin loe dan merebut Adnan ya!" Kata Sisil tegas sambil memandang wajah Rima.
"Maksud loe?" Tanya Rima
"Adnan itu cakep gue juga naksir ma dia, bukannya banyak orang yang bilang cinta itu buta dan butuh pengorbanan ya? Kenapa loe harus malu dengan semua orang, ini kan cinta loe dan pengorbanan loe, itung - itung bisa membantu Bu Lena buat nyembuhin Adnan,, terus kalau loe takut nggak punya temen gara - gara loe deket ma orang gila? kan masih ada gue? Loe kemanain gue yang dari tadi ada disamping loe?" Jawab Sisil yang membuat hati Rima tenang dan bangga mempunyai sahabat seperti Sisil.
Mereka pun berjalan riang dan tak lesu lagi.
"Sisil bener kalau cinta itu buta dan butuh pengorbanan, meski tak boleh selalu membutakan, namun cinta juga datang kepada siapa saja termasuk orang yang mengalami gangguan jiwa. Dan ini pengorbanan gue agar bisa menyembuhkan Adnan, itung - itung bisa membantu Bu Lena nyembuhin Adnan" Kata Rima dalam hati dengan diiringi senyum bahagia.
*** Sajak Cinta Untuk Rima part ending
"Astaghfirullah" Kata Sisil setengah teriak dan memegang jidatnya untung jalanan sepi jadi nda ada yang terganggu akan teriakannya.
"Kenapa loe Sil? ngagetin gue aja!" Tanya Rima sambil mengelus dadanya.
"Masa dari tadi kita jalan terus? loe nggak cape apa? kira - kira udah berapa jauh kita jalan?" Kata Sisil dengan tampang polosnya menyadari kalau sejak tadi mereka berjalan kaki dan entah sudah berapa jauh karena rumah sakit jiwa sudah tak nampak lagi.
"Aduh, kenapa nggak kerasa cape ya? dan kita kan nggak tau arah pulang jangan - jangan kita nyasar lagi?" Kata Rima memasang wajah cemas.
Buru - buru mereka nyari angkot atau orang yang bisa ditanyain kemana arah pulang mereka.
END....................
Friday, 26 April 2013
Cerpen Remaja : Cerpen Sajak Cinta Untuk Rima part ending
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment