Cerpen Persahabatan "Cerpen Kesempatan Kedua"
Kata Orang, "Seseorang akan terasa berharga jika kita sudah kehilangannya" entah itu salah satu karma karena telah menyia - nyiakan seseorang yang hadir dihidup kita, atau mungkin kita harus merasa kehilangan dulu agar bisa menghargainya. Apapun itu lebih baik kita tidak menyia - nyiakan seseorang yang berada di sekitar kita.
Aku membaca lagi status yang akan aku upload di fb sebelum ku klik bagikan hanya untuk keisengan saja. Sebenarnya bukan cuma sebagai keisengan belaka kata - kata itu aku upload, tetapi makna yang terkandung dalam kalimatnya juga aku rasakan saat ini.
Entah sudah berapa kali aku menghela napas karena memikirkan seseorang yang sudah pergi dari hidupku, memikirkan betapa menyesalnya aku karena tidak mempedulikannya, memikirkan betapa aku rindu akan ejekan - ejekan yang ia lontarkan, dan aku mengakui bahwa aku merindukan seseorang yang paling menyebalkan dalam hidupku.
Ku log out fb ku lalu merapikan meja kerja yang sedikit berantakan sebelum keluar untuk pulang. Ketika aku menutup pintu ruang kerjaku, hpku bergetar tanda sms masuk, aku dengan malas aku merogoh tas untuk mengambil hp dan membaca pesan yang baru masuk itu...
From Liana
"Kumpul di tempat biasa. Udah ditunggu ma anak - anak. cepetan nggak pake lama"
Sekali lagi aku menghela napas ketika membaca sms dari Liana sahabatku, to the poin dan penuh nada perintah.
"Dasar ini anak, kalau sms nggak ada basa - basinya sama sekali" Gerutuku sambil memasukan hp kedalam tas. Lalu berjalan ke arah motor dan melaju dengan ngebut menuju tempat yang dimaksud Liana.
Tak berapa lama aku sampai di kedai bakmi bandung tempat biasa aku dan sahabat - sahabatku berkumpul, benar saja apa yang ada disms Liana kalau ketiga sahabatku sudah menungguku disalah satu meja kedai.
"Sorry telat, udah dari tadi nunggunya?" Tanyaku sambil menarik bangku yang ada di depan Liana.
"Nggak apa - apa kita juga baru dateng ko' " Sahut Gina
"Lah aku kira kalian udah lama nunggu, sms Liana nyuruh aku cepet - cepet" Jawabku sambil memandang mereka satu persatu.
"Ye aku kan sms udah ditunggu anak - anak. Bukan udah lama ditunggu anak - anak jadi nggak apa - apa donk kalau nyuruh kamu cepet biar kita nggak nunggu lama" Timpal Liana sambil memanggil pelayan.
"Kamu tuh kebiasaan deh Li, gara - gara kamu aku tadi ngebut tau " Kataku sambil memberenggut kesal pada Liana, sahabatku yang satu ini yang hobi sekali bikin panik orang.
"Biasa dia emang gitu, aku aja korbannya dia. Dia dan Gina bilang udah dateng dari jam tujuh. Nggak taunya nggak lama sebelum kamu Vi" Sahut Sara yang sedari tadi diam, sedangkan Liana hanya nyengir tanpa dosa.
Rasa kesalku pada Liana tertunda karena ada pelayan yang menanyakan pesanan kami, setelah kami mengucapkan pesanan satu sama lain baru si pelayan pergi.
"Ya udah lah biasa aja, kan kalian kalau disuruh kumpul paling telat jadi. Aku kerjain biar nggak telat lagi. Ya nggak Gin?" Tanya Liana beralih kepada Gina yang mengangguk tanpa dosa.
Obrolan kami terhenti saat pelayan datang membawa pesanan kami. Selama makan kami diam sibuk dengan makanan masing - masing. Aku, Liana, Sara dan Gina sudah bersahabat sejak kami SMA sampai sekarang lulus kuliah kami masih bersahabat dan sering menghabiskan malam untuk berkumpul sekedar sharing dengan masalah yang dihadapi setiap harinya.
Aku teringat masa SMA dulu pertama kali ketemu mereka karena kita berada di kelas dua yang sama di kelas dengan julukan kelas berantakan oleh semua siswa SMAku. Memang dari luar kelasku dulu adalah kelas yang tidak pernah rajin, terkenal siswa yang mendiami kelas itu banyak sekali yang bermasalah dengan guru. Namun dibalik suasana kelas yang ricuh terdapat kekompakan yang besar antara siswa laki - laki dan perempuan saling kompak satu sama lain yang membuatku merasa punya lebih banyak teman. Namun ada satu siswa yang paling mengesalkan menurutku, dialah Eko siswa paling menyebalkan dengan tingkah jahilnya, selalu memulai keributan denganku dari pertama masuk kelas dua sampai aku kelas tiga yang ternyata satu kelas lagi dengannya.
Aku masih ingat betapa jahilnya dia membuat seragamku kotor oleh tepung yang sengaja ia siram padahal diwaktu itu bukan hari ulah tahunku. Melarangku masuk kelas padahal jam tanda masuk sudah berbunyi namun tetap melarangku masuk kelas sementara semua teman - temanku boleh masuk dengan leluasa sedangkan aku harus menjawab pertanyaan yang ia ajukan, mengikuti perkataannya yang sungguh kekanak - kanakan, selalu mengganggu tiap jam kosong. Huuh benar - benar menyebalkan,
"Hei - hei Vi!" Sebuah tangan melambai - lambai di depan wajahku membuatku tersadar dari lamunan.
"Kamu kenapa?" Tanya Liana dengan raut nampak cemas
"Ayo ngelamunin siapa hayo?" Tanya Sara dengan suara yang dibuat - buat untuk menggodaku.
"Emang kamu kenapa dan ngelamunin siapa Vi?" Tanya Gina yang mencampurkan dua pertanyaan sebelumnya menjadi pertanyaannya dengan wajah antusias.
"Huuh temen - temenku beneran aneh" batinku sambil membuang napas.
"Nggak apa - apa aku cuma akhir - akhir ini bermimpi tentang Eko" Jawabku santai sambil menopang dagu di meja.
Ketiganya nampak ber oh ria lalu memasang tampang tadi kembali
"Kalian masih ingat temen SMA kita yang namanya Eko kan?" Tanyaku sebelum mereka membuka mulut untuk bertanya.
Nampak Liana sedang berpikir sambil menopang dagu dengan tangannya, Gina nampak mengkerutkan kening mencoba mencari nama Eko dalam memori otaknya yang pas - pasan, sedangkan Sara terlihat lebih serius dari biasanya. Muka mereka kalau sedang berpikir aneh. Aku menunggu jawaban mereka sambil memperhatikan muka mereka yang lucu dan aneh.
"AKU TAU" Jawab mereka serempak bagaikan paduan suara yang pas karena keharmonisan tingkatan suara mereka.
Aku juga tidak tau ada berapa tingkatan suara dalam paduan suara yang biasa aku dengar, yang aku tau mereka menjawab dengan tingkatan suara yang berbeda seperti tingkatan nada suara satu dan nada suara dua.
"Ihs kalian kalau jawab nggak usah pake teriak napa, bikin kupingku kaget tau" Kataku kesal sambil meniup tangan yang menggenggam ke telinga kanan dan telinga kiri secara bergantian.
"Ya maaf! Maksud kamu Eko yang dulu satu kelas sama kita pas kelas dua kan?" Tanya Liana yang ku jawab dengan anggukan kepala.
"Yang anaknya super jahil itu ya! Yang nyiram kamu pake tepung padahal waktu itu kamu nggak ulang tahun kan?" Tanya Sara yang ku balas lagi dengan anggukan dan terdengar tawa dari Sara yang terdengar menakutkan.
"Kenapa ketawa?" Tanyaku sambil melotot kearahnya.
"Hi HI hi hi, habis waktu itu muka kamu lucu banget, yang merah karena nahan malu, marah sama mau nangis. Udah gitu ditambah muka kamu putih karena tepung dadi kaya setan tau nggak hi hi hi hi" Jawab Sara disela - sela tawanya yang menakutkan
"Haha Hihi Haha hihi" Liana dan Gina pun ikut tertawa brsama Sara. Aku reflek melempar tisu ke muka Sara
"Kamu tuh yang kaya kuntilanak!" Kataku sebal, akhirnya dengan susah payah Sara, Liana dan Gina brhenti tertawa karena melihat mukaku yang merah menahan amarah.
"Udah - udah ach, kalian ngetawain apaan sih? Terus Eko siapa yang kalian maksud" Tanya Gina dengan polosnya.
"Ya ampun Gin, kamu tadi ikut ketawa tapi nggak tau Eko siapa yang kita omongin? Ck ck ck" Tanya Liana sambil menggeleng - gelengkan kepala, Gina hanya tersenyum pasrah, aku hanya bisa menghela napas sedangkan Sara hampir saja tawanya meledak kembali jika mulutnya tidak disegap oleh Aku dan Gina yang berada disampingnya. Bukan bermaksud apa - apa, tapi mendengar sahabatku yang satu ini ketawa bukannya bikin senang tapi bikin merinding karena tertawanya yang seperti kuntilanak.
"Habisnya aku beneran lupa! Secara kan udah lama banget nggak ketemu sama anak - anak SMA" Terang Gina setelah melepaskan tangannya dari mulut Sara.
"Iya udah lama banget ya, kita nggak ketemu tuh anak. Sekarang dia ada dimana?" Tanya Liana sambil mengaduk - ngaduk es tehnya sedangkan makanan kami sudah habis dari tadi.
Aku mengangkat bahuku sebagai jawabannya "Katanya sih di Lampung tapi aku nggak tau sekarang dia ada dimana?" Jawabku santai.
"Emang kamu nggak punya nomornya? Dulu waktu kelas tiga kamu kan cukup dekat ma dia" Lanjut Liana, yang kubalas dengan gelengan kepala.
"Emang pernah deket tapi semenjak dia pindah nggak ada kontak lagi, dia pergi ke Lampung aja nggak pamitan sama aku" Jawabku santai.
"Memang dia pernah bilang mau ke Lampung tapi nggak pernah bilang harinya tau - tau udah pergi aja" Lanjutku yang dibalas oh oleh Liana.
"Kamu kangen ya sama Eko" Tanya Sara sambil terkekeh dan menunjuk - nunjuk mukaku.
Aku hanya bisa menatapnya tak percaya bahwa tebakannya benar adanya.
"Cie Vivi yang lagi kangen sama orang yang katanya paling nyebelin sedunia, orang yang nggak bisa dimaafin gara - gara nyiram kamu pake tepung" Lanjutnya dengan nada yang dibuat -buat.
"Ih apaan sih kamu Ra" Kataku sambil melempar tisu lagi ke dia.
"Ih aku bukan tong sampah kali, enak banget buang tisu ke aku" Jawab Sara sambil melempar kembali tisu ke mukaku.
"Udah deh Ra, nggak usah ngeledin Vivi gitu, belum tentu kan dia suka sama si Eko, lagian udah lama banget nggak ketemu temen orang yang pernah deket sama kita, wajar donk kalau kangen" Kata Gina menengahi godaannya Sara. Sara hanya memandang Gina sambil mencibir.
"Lah emang kamu udah inget Eko siapa yang kita maksud?" Tanya Sara sambil menaikkan alisnya.
"Belum sih" Jawab Gina dengan nada yang polos sedangkan Sara hanya membuang napas frustasi,
"Tapi aku yakin yang dikangenin Vivi ya cuma orang terdekatnya aja, bukan orang yang cuma kenal nama dan wajahnya. Tapi bukan berarti kangen dalam hal cintakan? Bisa aja dia kangen sama Eko karena Eko adalah sahabat Vivi" Kata Gina melanjutkan sebelum Sara protes dengan kelemotannya.
Gina memang sahabatku yang super ajaib, terkadang dia paling lemot akan informasi yang kita sampaikan, tapi terkadang dia juga yang paling pengertian diantara kita.
"Emang kamu mimpi apaan tentang Eko?" Tanya Liana sambil menyedot es tehnya.
"Cuma mimpi dia pulang lagi kesini dan menetap disini, didalam mimpi dia berubah nggak jahil lagi kaya dulu" Jawabku sambil memandang Liana dan tersnyum, lalu mengalihkan pandangan ke luar kedai
"Mungkin nggak ya! Dia kembali lagi kesini, walau semua keluarganya sudah pindah ke Lampung" Gumamku pada diri sendiri.
"Mungkin" Jawab Liana membuatku mengalihkan pandanganku ke matanya dia tersenyum tenang.
"Ach aku jadi kangen ma masa - masa kelas dua SMA dulu, kita begitu kompak dan juga meski Eko suka jahil tapi dia juga sering bantu kita, mentraktir kita dan memberikan contekan kepada kita. Saat dia pergi kita nggak tau dan dia nggak pernah pamitan sama kita. Bagaimana pun dia sahabat kita juga" Lanjut Liana sambil menerawang mungkin mengingat masa - masa SMA kita dulu.
"Aku juga kapan ya ketemu sama dia lagi" Kata Sara sambil mengaduk - ngaduk es jeruknya.
"Aku juga kangen sama Eko" Kata Gina tiba - tiba membuat kami menatapnya tak percaya, bukannya tadi dia bilang dia belum ingat Eko siapa yang kita bicarakan saat ini.
"Eh kenapa kalian menatapku seperti itu, ada apa?" Tanya Gina yang salah tingkah karena tatapan kami.
"Bukannya kamu bilang kalau kamu belum ingat sama Eko yang kita bicarakan?" Tanya Sara dengan nada menyelidik "Terus kenapa kamu ikut - ikutan bilang kangen?" Lanjutnya.
"Aku emang belum ingat Eko siapa yang kalian bicarakan, tapi aku beneran kangen sama teman kita yang namanya Eko yang kita beri jukukan Eko ayam" Kata Gina memandang kami satu persatu
"Lah Emang kita lagi mbicarain Eko ayam, gimana sih kamu Gin" Jawab Sara merasa frustasi dengan kelemotan Gina
"Owh, jadi yang kalian bicarakan dari tadi itu Eko ayam?? Gimana nggak bilang dari tadi?" Teriak Gina membuat kita semua menutup telinga beserta para pengunjung kedai.
"Dasar Gina" Kata kami serempak sedangkan Gina sibuk meminta maaf kepada para pengunjung kedai.
"Ya udah mending Kita pulang aja yuk, udah malem juga" Kataku sambil berjalan ke arah kasir diikuti mereka.
Cerpen Persahabatan "Cerpen Kesempatan Kedua"
Hari ini hari libur aku putuskan untuk pergi ke sebuah toko buku dari pada bosen di kosan. Aku sengaja memakai angkutan umum dari pada kendaraan pribadiku, entah kenapa hari ini ingin rasanya pergi menggunakan angkutan umum.
Sesampainya di toko buku yang terletak di dekat alun - alun kota. Aku bergegas masuk dan memilih buku edisi terbaru di toko ini, mencari novel yang kira - kira mampu menarik minatku untuk membacanya. Aku suka novel tapi tidak semua jenis novel aku sukai, jadi aku masih memilih - milih novel yang membuatku tertarik untuk membacanya.
Ketika aku sudah memilih novel yang akan aku beli, tiba - tiba saja ada yang menyentuh pundakku, aku menoleh untuk melihat siapa yang menepuk pundakku
"Vivi ya?" Tanya orang yang baru saja menyentuh pundakku. Keningku berkerut mencoba mengingat siapa orang yang kini berada di sampingku.
"Hem, aku Lista temen SMA kamu? lupa?" Katanya lagi saat aku tak bisa mengingatnya.
"Yang waktu kelas satu kita bareng" Lanjutnya membuatku mengingat orang yang mengaku namanya Lista ini.
"Owh iya, aku ingat sekarang. Apa kabar?" Tanyaku sambil mengulurkan tangan dan dia menjabat tanganku.
"Alhamdulillah baik, kamu sendiri?" Tanyanya
"Aku juga baik, mau beli buku apa?" Tanyaku yang dibalas dengan gelengan kepala Lista
"Aku cuma nganter adik kesini, kamu sendiri?" Tanya Lista
"Aku cuma beli ini, kalau kamu mau kita ngobrol lebih banyak di alun - alun kota yuk. Kamu lagi nggak sibuk kan?" Tanyaku.
"Nggak sih, tapi aku pamitan dulu sama ibuku solanya aku tadi pergi kesini bareng sama ibu dan adikku. itu mereka" Jawabnya sambil menunjuk dua orang yang sedang memilih - milih kamus bahasa asing.
"Owh ya udah aku ke kasir dulu ntar kamu nunggu aku di depan toko ya!" Kataku dan dibalas dengan anggukan kepala Lista.
Aku berjalan ke arah kasir mengantri sebentar dan membayar novel yang kini sudah dikantong plastik lalu dengan Lista yang sudah menunggu di depan toko berjalan ke arah alun - alun kota yang memang dekat dari toko ini. Kami memutuskan untuk duduk di tempat duduk pinggiran dibawah rindangnya pohon.
"Udah lama ya kita nggak ketemu" Kataku memulai pembicaraan sambil meletakkan buku novel disampingku.
"Udah lama banget, kira - kira hampir 7 tahunan ya!" Ucapnya sambil tersenyum aku mangangguk saja. Kemudian kita mengobrol saling menanyakan kabar, pekerjaan dan semuanya membahas kenangan - kanangan saat SMA dulu , dan aku baru ingat bahwa Lista adalah tetangga Eko, mungkin Lista tau gimana kabar Eko sekarang.
"Lis" Panggilku pelan
"Iya, ada apa Vi?" Tanyanya,
"Kamu masih tinggal di tempat yang dulu?" Tanyaku yang dibalas anggukan olehnya dia masih memandangku sambil mengesap minumannya.
"Masih lah mau pindah kemana lagi" Jawabnya santai, aku hanya tersenyum membenarkan.
"Kamu tau temen kita yang namanya Eko, dulu dia kan tetangga kamu. Sekarang dia dimana?" Tanyaku
"Hem, maksud kamu temen kita yang namanya Eko Fajar Cahyono?" Tanya Lista, aku mengangguk dengan antusias.
Raut muka Lista berubah mendadak menjadi sedih dari sebelumnya, keningku berkerut memikirkan apa aku salah menayakan kabar Eko sama Lista.
"Ada apa? Ko' sedih?" Tanyaku hati - hati dia hanya memandangku sambil membuang napas.
"Kamu belum dengar kabar tentang Eko?" Tanya Lista yang membuatku bingung.
"Bukannya tadi aku tanya, kalau aku udah tau, aku nggak nanya sama kamu" Jawabku
"Oh iya ya! Rumah kamu kan jauh jadi pasti kamu nggak tau" Jawabnya santai yang justru membuatku semakin bingung.
"Emang kenapa sih? Ada apa sama Eko?" Tanyaku sangat penasaran.
"Hem, Eko sudah meninggal dunia beberapa bulan yang lalu" Jawabnya pelan yang membuat napasku berhenti,
"Eko kenapa? Coba kamu ulangi Lis" Kataku mencoba meyakinkan diriku sendiri bahwa aku tidak salah dengar.
"Eko udah meninggal beberapa bulan yang lalu, dia meninggal di Lampung dan di kubur disana" Kata Lista dengan penuh keyakinan.
"Kamu pasti bohong ya Lis, kamu tau dari mana?" Entah kenapa suaraku menjadi sedikit bergetar.
"Awalnya aku kira itu berita bohong, tapi aku konfirmasi ke ketua Rt tempatku berita itu memang benar. Ketua Rt hanya menerima surat pemberitahuan bahwa Eko sudah meninggal" Katanya melanjutkan informasi yang begitu menyiksa jiwaku.
Aku tak percaya itu, sulit rasanya untuk percaya bahwa seseorang yang selama ini kamu rindukan tidak akan pernah kamu temui lagi untuk selama - lamanya. Meski Eko menyebalkan, meski dia selalu membuat kesal, tapi dia juga yang selalu perhatian kepadaku, menganggapku ada diantara para siswa, selalu bisa membuatku tertawa oleh tingkahnya yang kekanak - kanakan.
Aku teringat kembali pertemuan terakhir dengan dia, beberapa hari sebelum aku tau dia sudah pergi ke Lampung.
"Eh Vi, besok kamu sibuk nggak?" Tanya Eko saat aku sedang sibuk merapikan peralatan yang akan digunakan untuk acara perpisahan kelas tiga.
"Kenapa?" Tanyaku tanpa mengalihkan pandangan dari kertas - kertas hasil dekorasi yang sudah untuk mendekor panggung acara.
"Anterin aku beli kaset yuk" Katanya sambil mengotak -atik benda di tangannya.
"Boleh, tapi ada syaratnya! Kamu harus ntaktir aku makan setelah menemanimu beli kaset" Jawabku sambil tersenyum memandangnya.
"Boleh, eh tapi jangan besok. Lusa aja gimana?" Katanya lagi.
"Ya udah terserah kamu aja, yang penting syaratnya di penuhi" Jawabku sambil memasukan sampah ke plastik besar.
"Siip, oke sampai ketemu lusa jam 4 sore ya!" Katanya lagi sambil meletakkan barang yang sedari tadi di pegangnya.
"Iya! kamu ke rumahku aja ya!" Jawabku sambil berdiri dan memasang dekorasi lagi.
"Iya ntar aku ke rumah kamu, bye Vivi" Katanya sambil melambaikan tangan dan menendang plastik sampah yang sudah aku bereskan. Membuat sampah - sampahnya berserakan kembali.
"Ya ampun Eko" Kataku sambil memandangnya murka.
"Ooopss sengaja Vi," Katanya sebelum berlari meninggalkan aku sendiri.
"Huuh dasar Eko ayam" Teriakku kesal karena harus merapikan kembali sampah - sampah sisa dekorasi.
jika saat itu aku tau bahwa itu adalah hari terakhir aku bertemu sama dia aku nggak akan pergi dihari Eko mengajakku, saat hari dimana aku dan Eko akan pergi untuk membeli kaset, aku malah pergi bersama teman - temanku yang lain dan tidak menunggunya.
Ya Allah aku belum sempat mengucapkan permintaan maaf atas semua yang pernah aku lakukan kepadanya, kenapa aku baru menyadari aku butuh dia saat dia sudah tidak ada. Begitu banyak kesalahan yang pernah aku buat padanya.
jika waktu bisa kembali aku nggak akan pergi sebelum dia datang ke rumahku, jika waktu bisa kembali aku akan menerima cintanya saat dia mengutarakan isi hatinya. jika waktu bisa berputar kembali aku tak kan menyia - nyiakannya.
"Vi, kamu nggak apa - apakan?" Tanya Lista sambil memegang pundakku membuatku tersadar kembali bahwa wakru tak akan pernah kembali.
Aku memandangnya dengan mata sayu, dadaku terasa sakit penuh penyesalan, menyesal karena dulu selalu meremehkannya, membuatnya marah dengan kata - kata pedasku, mengingkari janjiku sendiri kepadanya.
Lista masih memandangku dengan sedih, aku tak sanggup untuk menutupi air mataku yang terus mengalir di depannya, lalu dia memelukku dengan erat.
"Inna lillahi rojiun" Kataku dengan suara dan tubuh yang bergetar di pelukan Lista.
Kini ku sesali
Nyata cintamu kasih
Tak sempat terbaca hatiku
Malah terabai olehku
Lelah ku sembunyi
Tutupi maksud hati
Yang justru hidup karenamu
Dan bisa mati tanpamu
Andai saja aku masih punya
Kesempatan kedua
Pasti akan ku hapuskan lukamu
Menjagamu, memberimu segenap cinta
Ku sadari tak selayaknya
Selalu penuh kecewa
Kau lebih pantas bahagia
Bahagia karena cintaku
Kau bawa bersamamu
Sebelah hatiku separuh jiwaku
Yang mampu sempurnakan aku
Ending
0 comments:
Post a Comment