Wednesday, 28 August 2013

Cerpen Sedih "Dia Kakakku, Bukan Kekasihku"

Halo sobat,

aku balik lagi nih, berhubung masih males bikin cerita yang berpart - part alias bersambung jadi aku bikin yang langsung ending aja deh..............

ide ini aku ambil dari pengalaman pribadi seseorang yang aku kembangkan sendiri.

Silahkan membacanya jangan lupa komen ya!!



Cerpen Sedih "Dia Kakakku, Bukan Kekasihku"


Tik tok tik tok jam dinding terus berdetak, lagi - lagi aku melirik jam didinding itu, dan untuk memperjelas aku melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku.

"Pasti kejebak macet" Kataku sambil menghembuskan napas perlahan menenangkan diri dan menunggu dengan sabar.

Mbak yang bertugas menanyakan pesanan sering melirikku yang sudah dari tadi duduk tapi belum pesen apa - apa, untung aku langganan disini jadi pemilik kedai bakso dan mie ayam memaklumiku dan tidak menghiraukan aku.

Aku sedang berada disebuah kedai mie ayam dan bakso yang terletak tak jauh dari tempatku bekerja menunggu seseorang yang mungkin spesial untukku.

Dia adalah tetanggaku yang sejak kecil sudah aku kenal dan sudah tiga tahun aku menyukainya. Ku edarkan pandanganku kearah luar kedai berharap mobilnya sudah berada dijangkauan mataku. Aku kecewa karena belum ada mobil yang kukenali menghampiri kedai ini.

Ku palingkan pandanganku ke sekeliling kedai, kedai ini cukup ramai karena ini waktu jam makan siang, aku sering kesini untuk makan siang tentu saja bersama dia kalau nggak bersama teman - teman satu kantorku.

"Sudah lama nunggu" Tiba - tiba ada suara dari samping disusul dengan munculnya orang yang sedari tadi aku tunggu yang langsung duduk dibangku depanku tanpa disuruh.

Aku hanya bisa mengangguk dan tersenyum melihatnya yang sedikit kesal bisa kupastikan dia kesal karena terjebak macet di jalan.

Dasi dan kemejanya sudah berantakan karena keluar dari jalurnya yang semestinya ditambah lagi dengan rambutnya yang agak gondrong membuatnya makin berantakan.

"Maafkan kakak ya, biasa jakarta pasti macet" Katanya sambil membuka kancing kemeja yang ada dipergelangan tangannya.

"Aku tau" Jawabku singkat masih tersenyum sambil mengamati wajahnya yang membuat jantungku berdebar - debar.

"Kau dari tadi belum memesan apapun" Tanyanya menghentikan aktifitasku untuk mengaguminya.

Aku terkesiap dan menggeleng pelan " Aku sengaja menunggu kakak" Jawabku.

Lalu tanpa dikomando dia memanggil Mba yang selalu menanyakan pesanan, dengan cepat mba yang sedari tadi melirikku langsung menuju meja.

"Mau pesan apa mas, mba?" Tanyanya ramah aku yakin dia orang baru karena tak mengenal kami.

"Pesan mie ayam dua, yang satu agak banyakan kuahnya dan minumannya jus mangga dan jus jeruk" Kata Kak Alvin saat aku membuka mulut untuk mengucapkan pesananku namun didahuluinya.

Dengan sigap mba yang tadi pergi meninggalkan kami berdua.

"Eh kenapa kakak tau kalau aku akan pesan seperti itu?" Tanyaku dengan kening berkerut, dia mendongak melihat wajahku dengan ekspresi kecewa. Ada apa dengan kak Alvin?

"Kamu itu, kayak kakak baru kenal kamu aja. Ya jelas kakak tau donk apa yang kamu suka dan apa yang nggak kamu suka. Kakak kan kenal kamu dari kecil" Jawabnya sambil mencubit pipiku membuatku meringis kesakitan.

"Kakak sakit tau" Kataku sambil mengelus - ngelus pipiku, dia hanya tertawa melihatku kesakitan.

Aku senang melihatnya tertawa didepanku, senyumnya, tatapannya, cara dia memeperlalukakanku, aku selalu mengaguminya dan terus mengaguminya hingga aku sadar bahwa aku tidak sekedar mengaguminya tapi aku juga mencintainya

Dia terus berbicara membuat aku tertawa karena tingkahnya dan melupakan bebanku seharian, hingga pesanan kami datang dan kami memakannya sambil diam.

"Alhamdulillah kenyang" Sahut kami serempak setelah makanan yang tadi dipesan meluncur ke perut dengan selamat.

"Ohya Key, hari ini kakak mau pamit ya?" Kata Kak Alvin sambil mengaduk jus jeruknya, kenungku berkerut heran

"Pamit? Emang kakak mau kemana?" Tanyaku penasaran,

Kak Alvin membuka mulut untuk menjawab pertanyaanku ketika ponselnya bunyi. Ia lalu melihat tulisan yang ada di ponselnya dan langsung menempelkan ponsel ke telinganya sambil mengangkat tangan yang tidak memegang ponsel memberi tanda kepadaku untuk menunggu.

"Hallo, waalaikum salam Dera, iya ya! aku tau. Sudah makan siang? Aku baru aja sama Keysa. Iya ya bentar lagi aku kembali kesana" Kata Kak Alvin di ponsel kuperhatikan raut Kak Alvin berubah menjadi lebih ceria, matanya berbinar lebih daripada saat melihatku, senyumnya juga tak hilang dari raut wajahnya semua kata yang diucapkannya lembut dengan penuh perasaan membuat siapapun yang melihatnya tau bahwa ada nada cinta disuaranya, begitu pun denganku yang tau bahwa Kak Alvin mencintai Dera teman sekelasku dulu.

Rasa senang dan bahagia yang kurasakan beberapa menit tadi menguap begitu saja digantikan dengan rasa sesak yang ada di dadaku, kedai ini sudah sepi tidak seramai tadi namun aku merasa aku serasa terhimpit diruangan yang sempit dan tak berventilasi sesak, ku atur napasku agar menjadi lebih tenang sambil menepuk dadaku yang terasa perih, namun usahaku sia - sia karena semakin membuatku merasa perih.

"Jadi kamu nggak mau mengantarku sampai ke stasiun Key?" Suara Kak Alvin menyadarkanku dari rasa sakit yang ku tahan dari tadi.

"Ap.....apa?" Tanyaku tergagap berusaha membuat suaraku untuk tak bergetar.

"Bukannya aku pernah cerita kalau hari ini aku akan ke Semarang karena aku dimutasi dari perusahaan" Kata Kak Alvin menjelaskan perkaranya, dadaku semakin sesak saat mengingat beberapa hari yang lalu saat Kak Alvin memberitahuku tentang mutasinya ke Semarang beserta Dera, dan dua bulan lagi ia akan berniat melamar gadis yang dicintainya selama dua tahun ini.

"Jangan Menangis Key, jangan nagis disini" Kataku dalam hati menguatkan diriku sendiri untuk tidak menangis dihadapannya.

Kak Alvin memandangku, dan saat itu juga aku langsung menundukkan wajahku agar iya tak bisa melihat mataku yang mungkin mulai berkaca - kaca.

"Kamu masih ingat kan Key?" Tanyanya lembut sambil memegang tanganku.

"Iya aku ingat kakak" Kataku sambil ku paksakan seulas senyum yang kuharap tidak terlihat kaku.

"Aku bahkan ingat kalau kakak akan melamar Dera dua bulan lagi" Kataku dengan suara seriang yang kubisa, tapi suara malah terdengar parau.

"Owh kamu ingat, maafin kakak karena harus meninggalkanmu sendirian disini" Katanya dengan ekspresi sedih, tapi aku bisa melihat raut diwajahnya bahwa ia bahagia.

"Kamu nggak keberatan kan kalau aku ninggalin kamu di Jakarta? Padahal saat kamu kesini mama nitipin kamu ke aku, eh aku malah kembali ke Semarang tanpa kamu" Lanjutnya lagi sambil mengelus - elus tanganku.

"Aku nggak keberatan, itu kan tugas kantor kak. Lagian aku bisa jaga diri ko'" Kataku dengan masih berusaha menyembunyikan perasaanku yang sebenarnya.

"Aku keberatan, apakah aku boleh bilang kalau aku keberatan kak? Aku ingin kakak disini bersamaku, kalaupun kakak pergi ke manapun aku ingin kakak mengajakku, aku ingin aku yang selalu mendampingi kakak kemanapun kakak mau, bukan Dera bukan orang lain dan bukan siapapun. Apakah aku boleh berkata seperti ini kak? Apakah kakak akan mengabulkannya? Apakah kakak akan melihatku sebagai wanita bukan hanya sebagai adik kakak?" Teriakku dalam hati namun aku hanya bisa diam sambil menundukkan kepalaku.

"Bisa jaga diri gimana? Kamu kalau nggak ada kakak pasti nggak pernah jaga kesehatanmu" Kata Alvin sambil mencubit pipiku lagi.

"Aduh sakit kak, heran deh suka banget nyubit pipiku. Ntar aku tambah tembem tau" Kataku sambil mengelus - elus pipiku dan mengerutkan bibirku.

"Biarin kalau kamu tambah tembem kan kamu tambah manis" Katanya sambil menatap mataku dan tersenyum jahil.

Bisa kurasakan bahwa pipiku memanas dan mungkin memerah karenanya, sedangkan jantungku berdetak tiga kali lipat hanya karena ucapannya itu.

"Kamu harus jaga kesehatan" Katanya dengan nada penuh pengharapan, aku mendongak untuk menatapnya.

"Jangan terlalu banyak makan telur, walau kamu sangat senang makan telur karena alergimu bisa kumat" Lanjutnya dengan nada yang sama

"Iya aku tau kak" Kataku sambil tersenyum.

"Jangan lupa pake jaket kalau pas keluar malam, aku nggak mau kamu ngedrop karena terkena hawa dingin" Katanya sambil terus memandangku dengan tatapan cemas

"Jangan sering makan mie instan, kalau kamu lagi nggak pengen makan nasi. beli cadangan roti untuk mengganti mie biar sewaktu - waktu kalau kamu lagi nggak pengen makan nasi bisa makan roti" Lanjutnya

"Iya kak , iya aku tau! akan aku ingat semua pesan kakak. Kakak itu persis banget sama mama" Kataku sambil tersenyum merasa senang karena terlihat sekali dia tak ingin meninggalkanku.

Sesaat saat Kak Alvin membuka mulut, tapi ponselnya berbunyi lagi dan saat itu aku seakan tersadar dari mimpi indah dan bangun dalam kenyataan bahwa rasa cemas, rasa khawatir serta rasa sayang yang ada di matanya hanya sebatas rasa cemas kakak kepada adiknya sendiri. Aku tau aku hanya bermimpi dengan rasa ini, tapi apakah aku tak boleh menikmatinya selama hidupku.

Rasa sesak kembali menyerang dadaku membuat aku tidak bisa mendengar percakapan Kak Alvin dengan Dera, rasa lega dan bahagia tadi hanya sesaat dan mungkin untuk terakhir kalinya aku nggak tau bagaimana nanti jika tak ada Kak Alvin disampingku. Apa aku bisa bahagia? apa aku bisa merasakan kekhawatirannya dan kasih sayangnya. Sedangkan tak berapa lama lagi dia akan memulai hidup baru dengan Dera, gadis yang mengalahkanku untuk bersanding dengannya. Atau mungkin ini salahku sendiri karena aku tak pernah mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya?

"Kakak harus pergi sekarang, karena bentar lagi kereta kakak akan berangkat" Katanya sambil berdiri, membuatku tersadar akan keberadaannya dan semakin berusaha menahan air mata yang mungkin sebentar lagi akan keluar, aku langsung mengikutinya berjalan menuju kasir.

"Biar kakak aja yang bayar" Katanya sambil memberi uang kepada kasir tanpa memberiku kesempatan untuk menolaknya.

Kami berjalan keluar dari kedai itu menuju mobil dinas Kak Alvin.

"Kamu beneran nggak mau nganter kakak ke stasiun Key?" Kata Kak Alvin berdiri disamping pintu kemudi.

Aku menggeleng "Bukannya nggak mau kak, aku kan masih kerja jadi nggak bisa" Kataku pelan.

Sebenarnya bisa saja aku mengantar Kak Alvin ke stasiun karena pekerjaanku bisa ku tinggalkan sebentar, tapi aku tak mau, aku tak mau melihat Kak Alvin pergi dengan merangkul Dera, mendengar mereka berbicara ditelepon saja hati rasanya sakit dan perih apa lagi melihat mereka merangkul dengan gembira satu sama lain dan pergi meninggalkanku sendirian.

Tiba - tiba saja ada sentuhan dibadanku yang membuatku tersentak, Kak Alvin memelukku dengan kasih sayang meski aku tau rasa sayang ini hanya sebatas rasa sayang kakak ke adik tidak lebih.

"Maafin kakak" Bisiknya dibelakang kepalaku, keningku berkerut dan aku mencoba menarik diri untuk bisa melihatnya. Namun dia tak mau melepaskan pelukannya dia tak membiarkanku untuk menatapnya.

"Maafin kakak" Kata itu lagi yang aku dengar darinya semakin membuat aku bingung.

"Kakak minta maaf untuk apa?" Tanyaku tanpa melepaskan pelukannya.

"Karena kakak tidak bisa memberikan kasih sayang lebih kepada kamu, karena kakak tak bisa menerima perasaanmu yang sebenarnya ke kakak" Kak Alvin terdiam sambil membelai rambutku dengan sayang.

Aku tak percaya kak Alvin mengatakan ini semua kepadaku, ternyata dia tau perasaanku kepadanya.

"Se...jak kapan ka....kak mengetahuinya?" Tanyaku dengan suara yang bergetar karena berusaha menahan tangis, namun sia - sia karena air mataku jatuh tanpa seijinku.

"Sudah lama" Katanya lalu melepas pelukannya, aku langsung menghapus air mataku dan berusaha menyembunyikannya.

Namun usahaku sekali lagi gagal karena dia pasti sudah bisa melihat jelas karena dia langsung menatap ke arahku mataku.

"Kakak beneran minta maaf karena kakak hanya bisa menjadi ksatria untukmu dan tidak bisa menjadi pangeranmu putri" Katanya sambil memegang kedua bahu ku, aku mendongakkan wajah untuk melihat matanya dengan kening yang berkerut.

Matanya masih sama penuh kasih sayang yang sedari dulu dia perlihatkan kepadaku.

"Aku hanya bisa menjadi Ksatriamu, jadi aku berharap kau bisa mencari pangeranmu sendiri. Karena tugas seorang Ksatria hanya akan melindungi seorang putri bukan untuk berada di sampingnya. Jadi aku mohon sama kamu carilah cintamu sendiri, dan cintamu itu tak seharusnya kau persembahkan untukku" Kata Kak Alvin dengan penuh penekanan.

Membuatku tersadar akan air mata yang sudah mengalir dengan derasnya dipipiku.

Aku hanya bisa terdiam saat dia mengusap air mataku sambil mencubit pipiku pelan lalu mencium keningku dengan rasa sayang yang sangat dalam, namun aku tau rasa sayang ini hanyalah kasih sayang seorang kakak.

"Aku pergi ya! jaga dirimu baik - baik" Katanya sambil tersenyum dan masuk ke mobil dengan pelan melajukan mobilnya meninggalkan aku yang mematung.

"Jangan pergi, ku mohon kakak jangan tinggalkan aku" Kata - kata yang ingin aku ucapkan sambil berlari mengejarnya. Namun aku hanya bisa berdiri mematung sambil berusaha mencegah isakanku yang keluar semakin keras.

***



"Aku ingin menjadi putri" Kataku sambil memegang boneka barbie saat berada di ruang tamu bersama Kak Alvin dan Rian.

"Kamu bukannya sudah jadi putri!" Kata Kak Alvin sambil memainkan mobil tamiyanya dan menoleh kearahku.

"Iya tapi putri cengeng" Kata Rian sambil tertawa terbahak - bahak sontak membuatku cemberut.

"Walaupun cengeng tapi kamu cantik dan manis putri" Kata Kak Alvin membelaku yang hampir menangis dan akhirnya tersenyum mendengarnya.

"Kalau kamu putri, aku boleh jadi pangerannya?" Tanya Kak Alvin sambil menatapku penuh harap,

Aku menimbang - nimbang perkataannya dan melihat kak Alvin dari ujung rambut sampai ujung kaki sambil mengetuk - ngetuk dagu dengan jari telunjukku.

"Kebanyakan pangeran kan putih dan ganteng kayaknya kakak nggak cocok deh, gimana kalau kakak jadi ksatria ku saja?" Jawabku polos Kak Alvin menundukkan wajahnya dan terlihat sedih.

"Emang apa bedanya ksatria sama pangeran?" Tanya Rian sambil lalu.

"Beda donk, Ksatria hanya akan melindungi putri sampai sang pangeran datang, dan ksatria tidak bisa menjadi pendamping putri karena sang putri hanya akan mencintai seorang pangeran" Kataku antusias tanpa tau apa makna dari ucapanku itu.

"Ach ribet kenapa nda jadi pangeran dan ksatria aja sekalian" Kata Rian acuh tak acuh sedangkan Kak Alvin terlihat tersenyum - senyum.

Aku mengingat kejadian itu sambil terus mencegah isakanku yang semakin keras untuk keluar.

Kak Alvin sudah pergi dan aku nggak bisa merasakan suasana seperti dulu lagi, Isakanku semakin menjadi - jadi tanpa bisa aku cegah mataku kabur karena terhalang oleh air mata hingga aku tak bisa melihat apa - apa karena senuanya gelap.



Endingg.



Gimana nih ceritanya?

Cukup bikin nangis?

Keren?

Atau nggak jelas?

Hem apapun penilaian kalian aku hargai ko' dengan komen karyaku pastinya. Ini sedikit pengalaman pribadi jadi kalau kisahnya masih ancur maafin ya!

Buat kalian yang udah baca terimakasih ditunggu komennya.
see you next time 




7 comments:

Anonymous said...

Itu kakak kandung? Kok adik sendiri bisa suka sm kakaknya? :D wkwkwk

Unknown said...

Ceritanya cukup buat mataku berkaca kaca

Neni Astuti said...

dibaca lg say, tetangga

Unknown said...

keren.... ini cerita yg aku suka. genre seperti ini yg aku suka

Unknown said...

keren.... ini cerita yg aku suka. genre seperti ini yg aku suka

ghadanfar said...

Wah....sip....

Zuka-Zuka said...

Apakah cerita ini diangkat dari cerpen?