Tuesday 23 July 2013

Cerpen Misteri: Cerpen Malam Pembuktian


Halllo semua udah lama banget ya nunggu kelanjutan cerpen ini? Maaf deh tapi tenang ini episode terakhir dari cerpen tangga 13.

Nggak pake lama deh, monggo dibaca aja yak.






Cerpen Misteri: Cerpen Malam Pembuktian

Sudah beberapa hari aku dan Roni mencari bukti dari kasus Aira. Meski sudah berusaha semaksimal mungkin dari mendatangi rumah Aira, makamnya sampai mencari saksi yang melihat kejadian pada saat Aira terjun dari jembatan namun belum ada bukti yang ku dapat.

Aku dan Roni memutuskan untuk pulang dan mencari bukti lagi besok saat jam sudah menunjukkan pukul 8 malam.

"Kita pulang terlalu malam ya Ron" Kataku saat diperjalanan Roni hanya mengangguk saja, kami berboncengan melewati lokasi jembatan dimana Aira terjun.

Aku mengedarkan pandangan kesekitar jembatan, ada sesuatu yang menarik perhatianku.

"Berhenti sebentar Ron" Perintahku pada Roni yang mendadak menghentikan ayunan sepedanya.

Aku berjalan sambil terus memperhatikan benda yang menarik perhatianku tanpa memepedulikan pertanyaan Roni.

Setelah dekat dengan benda dengan benda itu, ku condongkan badan dan menganbil benda yang ku yakini adalah sebuah jam tangan, karena terlalu gelap aku tak bisa memeriksa dengan pasti jam tangan siapa itu.

Dibantu dengan cahaya dari ponsel Roni yang sudah mendekat, aku perhatikan jam yang kini mulai usang dan berdebu karena terlalu lama tertinggal dalam tanah, dengan banyak noda yang sudah mengental. Keningku berkerut, beberapa pertanyaan muncul di otakku.

"Jam tangan siapa ini?" Gumamku tanpa sadar sambil membolak - balikkan jam tersebut, mataku membulat dan tak mampu berkata - kata saat kulihat ukiran dijam tangan itu.

Roni yang menyadari perubahan sikapku mulai khawatir.

"Kenapa Ra?" Tanyanya, karena aku hanya bisa diam saja ia lalu mengambil jam tangan dan lebih mendekatkan ponselnya agar bisa melihat jam tangan itu lebih jelas.

"Tio" Suara Roni parau saat membaca ukuran jam yang telah usang dengan noda yang telah berubah menghitam.

"Apa mungkin ini jam tangan Kak Tio yang terjatuh saat hari pembunuhan?" Kataku pada Roni yang sedang terpaku.

"Apa kau yakin? Meski aku sudah mendengar semua tentang mimpimu, tapi kita belum bisa mengambil kesimpulan bahwa jam tangan ini adalah salah satu buktinya" Kata Roni yang menatapku dengan bingung.

"Lebih baik kita bawa jam tangan ini ke polisi untuk diperiksa biar hasilnya lebih jelas" Lanjutnya sambil memasukan jam tangan itu kedalam kantong plastik Aku mengangguk membenarkan.

"Susah sekali mencari bukti karena kasusnya sudah lama terjadi, mungkin akan lebih mudah jika kasusnya baru terjadi seminggu yang lalu" Batinku saat mengikuti Roni menuju sepeda.

"Jadi kau akan menyerah begitu saja" Suara seseorang yang tiba - tiba terdengar dari arah tiang jembatan.

Aku dan Roni langsung menoleh kearah sumber suara, ku lihat seseorang berdiri tidak jauh dari kami. Masih dengan seragam sekolah yang berwarna entah apa karena keadaan gelap, rambut lurus panjang dan basah dengan beberapa air menetes dari atas rambutnya.

Aku menelan ludah saat melihat lebih banyak lagi cairan yang menetes dari atas kepalanya, ia terlihat seperti kehujanan padahal malam itu tidak hujan. Tiba - tiba tercium bau amis darah yang menyengat saat orang itu mendongakkan kepalanya, tatapan mata kosong yang sudah berapa kali aku lihat membuatku bergidik, tanpa dikomando aku langsung naik keboncengan sepeda Roni, dengan kecepatan penuh Roni mengayuh sepedanya membuat aku mempererat peganganku.

"Tidak, Tidak aku nggak mau melihat dia lagi" Kataku sambil membenamkan kepala ke punggung Roni.

"Apa itu tadi hantu Aira?" Tanya Roni disela - sela napasnya yang tersengal - sengal, aku hanya mengagguk tidak berani menarik mukaku dari punggungnya.

Roni merasakan aku mengangguk dan mengerti perasaanku yang ketakutan dengan menambah kecepatan mengayuh sepedanya.

Cerpen Misteri: Cerpen Malam Pembuktian

Disaat senja aku memulai membuka buku diary Aira yang ku dapatkan dari ibu Aira. kubuka lembar demi lembar mencoba mencari tau ada hubungan apa antara Aira, Rena dan Tio.

Dihalaman pertama aku tidak menemukan adanya hubungan mereka, karena Aira mulai menulis diary waktu dia kelas 2 SMP.

Aku menghela napas membuka lembar demi lembar dengan teliti. Karena terlalu cape tanpa sadar aku tertidur dengan sendirinya.

Jam menunujukkan pukul 7 malam saat aku terbangun dari tidurku. Aku menggeliat dan menggerak - gerakkan badanku agar terasa lebih lentur. Tidur dengan posisi duduk dimeja belajar membuat badanku sedikit kaku. Dihadapanku masih tergeletak buku diary Aira yang aku baca sampai ketiduran. Aku baca kembali buku diary itu.

Mataku melebar saat membaca tulisan yang ada dibuku itu,

"Sekarang aku bertemu dengannya kembali hatiku sangat senang, pangeran tampan berkuda putih kecilku kini berada di kota yang sama denganku. Betapa bahagianya aku selama lima tahun tidak bertemu tapi dia bisa mengenaliku saat kami pertama kali bertemu" Ku baca tulisan yang ada dibuku itu.

Tulisan ini ditulis saat Aira kelas 1 SMA.

"Tio seseorang yang selama ini aku rindukan sekarang berada tak jauh dariku. Saat pertama bertemu kembali dengannya, kurasa dia berubah menjadi dingin namun aku bisa merasakan rasa sayang untukku saat aku memandang mata hitam tajamnya" Aku menghela napas mencoba mencerna tulisan Aira.

"Rena sahabat kecilku yang sudah aku anggap saudaraku sendiri tersenyum bahagia saat mengatakan bahwa dia sudah bertunangan dengan Tio padahal dia tau dengan pasti bahwa aku menyukai Tio bahkan mencintainya. Namun dengan entengnya dia mengatakan itu membuatku membeku dan tak bisa berkata apa - apa selain tersenyum yang aku paksakan padanya. Rasa sakit memenuhi hatiku, jantungku sesak seperti tertusuk beribu - ribu jarum dengan sekuat tenaga aku menahan agar tak menangis dihadapan Rena. Cinta yang ku pendam selama 5 tahun gugur sudah dihari kasih sayang ini, bagaimana mungkin sampai sekarang aku masih percaya saat Tio mengatakan dia menyukaiku, harusnya aku sadar sudah lima tahun berlalu tanpa bertemu dan tanpa komunikasi pasti rasa sayangnya sudah hilang, tapi kenapa aku masih mencintainya bahkan masih percaya bahwa dia masih menyukaiku. Namun pada kenyataannya usahaku sia - sia karena terus berharap pada cinta yang kosong dan tak ada artinya ". Kini aku tau apa yang terjadi sebenarnya pada Aira.

Tapi kenapa Aira yang terbunuh harusnya Aira yang marah karena Rena sudah merebut kekasih kecilnya. Aku benar - benar belum bisa mengerti tentang ini. Kemudian ku buka lembar berikutnya.

"Tio tiba - tiba menghubungiku dia ingin berbicara tentang perasaannya, aku segera bersiap - siap menemuinya malam ini" Itu adalah tulisan terakhir dari buku Diary ini, bisa dipastikan bahwa hari itu adalah hari terakhirnya dia menulis.

Dahi mengkerut berpikir keras tentang apa yang selanjutnya terjadi.

"Jangan - jangan itu sebabnya dia pergi ke sekolah untuk bertemu Tio, dan selanjutnya yang terjadi seperti dalam mimpiku" Aku tercengang. kulihat tanggal yang tertulis pada buku diary dan mencoba mengingat tanggal kematian Aira.

"22 Juni, Aira ditemukan bunuh diri pada tanggal yang sama dimalam hari. Jadi ini bisa dijadikan bukti" Kataku bersemangat saat ada secercah harapan yang aku temukan untuk mengungkapkan kasus ini.

Aku terlonjak kaget saat hp ku berdering pertanda ada sms yang masuk, ku buka dan ku terbelalak saat membacanya. Tanpa berpikir panjang aku segera berlari keluar kamar.

Ruang tengah dipenuhi oleh anggotaku yang terkaget saat melihatku membuka pintu kamar dengan berlari dan melewati mereka begitu saja.

"Aira kamu mau kemana" Tanya Mama sambil berusaha mengejarku saat aku sudah membuka pintu rumah.

"Pergi menolong temen ma" Kataku yang tak berbalik menghadap Mama dan masih saja terus berlari menuju seseorang yang sedang membutuhkanku dengan pikiran yang cemas aku terus berlari menuju sekolah.

Cerpen Misteri: Cerpen Malam Pembuktian

Aku berlari dengan tanpa sadar seberapa aku jauh berlari karena akhirnya aku sampai di sekolah yang ku yakini seseorang sedang menungguku. Gerbang tidak dikunci itu sudah menunjukkan bahwa Kaila ada disana, aku segera masuk berlari menaiki tangga menuju kelasku dan langsung bisa ku buka.

"Ini aneh kenapa kelas ini tak terkunci" Kataku "Kaila apa kamu ada didalam?" Tanyaku mencoba menyipitkan mataku mencoba mencari - cari di ruang kelas yang gelap sambil tanganku meraba - raba mencari saklar lampu yang ada di dinding kelas.

Tapi tidak ada siapa - siapa saat aku berhasil menyalakan lampunya.

"Dimana Kaila?" Tanyaku dalam hati, aku kembali membuka hp dan membaca sms yang dia kirim kalau dia terkurung di kelas dan sangat ketakutan karena ada seseorang yang mencurigakan.

Namun kenyataannya berkata lain ternyata dikelas ini tak ada siapapun bahkan saat aku menghubungi ponselnya tak terdengar suara ringtone Kaila di ruangan ini.

Aku segera mencari - cari Kaila barang kali dia terperangkap dikelas lain, dengan cara memanggilnya dan mencoba menghubungi no hpnya. Namun sekolah masih sunyi tak ada siapa - siapa bahkan ringtonenya pun tak terdengar. Dengan hati - hati aku masih mencoba mencari dan mengintip di kelas - kelas yang terlihat hanya ruangan gelap.

Dan tiba - tiba lampu koridor yang tadinya menyala mati satu persatu dengan sendirinya, aku terpaku tak bisa melihat apa - apa karena disekitarku hanya gelap. Aku melangkah mundur dengan cara merentangkan tangan, dan tiba - tiba.

BUUUK "Auw" kataku mengaduh saat kusadari aku menabrak sesuatu yang ada dibelakangku, aku ketakutan, dan meraba - raba lantai. Ku dapati sebuah kaki aku memeganginya dan mencoba berdiri dengan pijakan kaki itu, tapi lagi - lagi aku terdorong ke bawah dengan keras karena sebuah tangan mendorongku.

"Auuw" Membuatku menjerit sakit karena tangan untuk menopang tubuhku tak siap dan terdengar bunyi krek, cukup untuk menandakan kalau tanganku mungkin terkilir dan mudah - mudahan tak patah. Seketika lampu menyala saat aku sedang mengibas - ngibaskan tangan,dan kulihat ada sepasang kaki yang ada dihadapanku aku dongakkan kepalaku keatas untuk melihat siapa pemilik kaki itu.

Aku tercengang melihat siapa pemilik kaki itu, tatapannya penuh amarah tersenyum licik kepadaku seakan dia sedang mempermainkanku, wajah yang kulihat begitu dingin dibiasanya sekarang lebih dingin 3 kali lipat dan dia benar - benar menakutkan.

Prok prok prok terdengar suara orang yang bertepuk tangan dari arah belakangku, aku palingkan wajah untuk melihatnya.

"Bagus Tio, idemu untuk membawanya kemari sangat manjur ya!" Suara itu begitu nyaring seakan bahagia melihat seekor hewan yang terperangkap karena jebakannya.

Rena menghampiriku dengan senyuman yang mengembang, namun auranya seakan ingin membunuhku.Rena menunduk dan mengelus rambutku.

"Well, mudah banget ya njebak elo buat datang kesini" Ucap Rena dengan lembut sambil mengelus rambutku.

"Apa maksudnya ini?" Tanyaku melihat mereka satu persatu, Rena berhenti mengelus rambutku, sedangkan Kak Tio masih berdiri mematung sambil melipat tangan didadanya.

"Aira sayang kau itu begitu polos apa bodoh sih, percaya saja dengan sms yang ku kirim. Padahal kalau kau sadari bukannya hari ini Kaila tak masuk bagaimana bisa di terjebak dalam kelas" Kata Rena dengan nada lembut yang dibuat - buat.

Aku mengerjap - ngerjap dalam mencoba memahami perkataan Rena, kini aku tau bahwa ini hanya jebakan Rena untuk membawaku kemari.

"Sial kenapa aku nggak inget sih, kenapa aku langsung percaya begitu saja. Dasar bodoh" Makiku dalam hati saat mencoba berdiri. Namun tangan Rena menjatuhkanku dan membuatku terjengkak.

"Siapa yang menyuruhmu untuk berdiri Hah" Teriak Rena tepat didepan wajahku. Aku tak tau ini sebuah jebakan karena tadi aku terlalu panik untuk memikirkan hal - hal lain selain berusaha cepat untuk menyelamatkan Kaila.

"Aku dengar kau sudah mencari bukti untuk kematian Aira ya" Kata Rena sambil menginjak salah satu tanganku.

Aku mengernyit kesakitan lalu Rena melepas injakannya dan menarik rambutku hingga aku berdiri.

"Achhh lepaskan" kataku mencoba memegang tangannya lalu sesaat kemudian Rena menggedorkan kepalaku di tembok, membuatku terhuyung kebelakang.

Kepalaku pusing dan aku bisa melihat senyum Rena mengembang dan aku juga bisa melihat Kak Tio hanya bisa berdiam diri seolah - olah tak melihat kejadian apa pun.

Aku mencoba duduk meski kepalaku sedikit pusing,

"Ach tidak aku tak bisa melawannya" Gumamku pelan sambil memegangi kepalaku yang pening.

"Aku sudah memperingatkanmu kan Aira, berdiam diri saja ditempatmu kalau kau tak mau mati" Kata Rena yang menarik dagu ku dan kemudian menghempasnya.

Rena menyeretku dengan paksa untuk berdiri, matanya menatapku penuh kebencian saat aku sudah berdiri mensejajarkan kepalaku dengan kepalanya.

Entah dari mana kekuatanku muncul saat tiba - tiba aku menarik rambutnya dengan penuh kekuatan Rena yang tak siap akan tindakanku tertarik dan aku melemparnya begitu saja ke lantai. Menimbulkan bunyi GEDUBUK keras karena tubuh Rena mendarat di lantai, aku siap menerjangnya kembali saat sebuah tangan menahanku dari belakang.

"Lepasin aku, kau gila Rena kenapa kau membunuh Aira" Kataku sambil terus berusaha melepaskan diri dari kak Tio namun sia - sia karena dia sangat kuat, sedangkan Rena yang sudah berdiri dan menghampiriku, meninju mukaku yang membuat wajahku terasa panas dan bibir terasa perih membuat peningku bertambah.

Kak Tio melepaskan tangannya membuat aku tersungkur ke lantai, aku mencoba untuk bangkit namun kurasakan sebuah tendangan menghantam tubuhku.

"Ello mau tau kenapa gue membunuh Aira? Karena gue benci dia. Dia yang membuat gue kaya gini, merampas setiap kebahagiaan yang gue punya" Kata Rena dengan penuh amarah.

"Ello nggak tau apa - apa jadi jangan sok jadi pahlwan" Lanjutnya sambil menjambak rambutku, aku mengernyit kesakitan.

"Ello pikir Aira itu baik? Dia adalah malaikat berhati iblis. Bahkan dia lebih kejam dari gue NGERTI LOE" Kata Rena yang berteriak tepat ditelingaku dan menghempaskan rambutku.

Aku tak bisa apa - apa, semua badanku terasa sakit dan perutku mual, kurasakan ada aliran hangat yang mengalir dari hidungku. Dengan sisa tenaga aku mencoba untuk bangkit, namun lagi - lagi Rena menarik rambutku membuat beberapa helai jatuh ke lantai.

"Ello mencoba melawan gue, ini akibatnya kalau ello berurusan dengan gue" Kata Rena dengan nada tinggi sambil terus menyeretku.

"Lepasin aku , lepasin aku" Kataku mencoba meronta meski tenaga ini sudah hampir habis.

"Ello pengen tau kan bagaimana Aira itu mati, akan gue tunjukkin dan akan gue buat ello ngerasainnya" Katanya saat aku sampai di ujung tanngga yang menghubungkan lantai bawah dengan lantai atas.

Aku masih berusaha berpegangan di salah satu tiang tangga dengan sekuat tenaga saat dia berusaha mendorongku, sedangkan ku lihat Kak Tio hanya berdiri saja mematung.

Tenagaku makin habis peganganku mulai melemah ku coba untuk meminta pertolongan kepada Kak Tio dengan tatapanku.

"Tolong aku Kak" Kataku memohon dengan suara yang parau dan lemah, namun Kak Tio tidak bergerak dan memalingkan mukanya.

Aku sudah tak kuat perpegangan, ku tutup mataku dan berdoa semoga ada seseorang yang akan menolongku siapapun itu.

"Ya Allah tolong lah HambaMu ini ya Allah" Doaku dalam hati dengan masih berusaha berpegangan ketika Rena masih berusaha mendorongku, dan saat terakhir aku mau menyerah tiba - tiba ada yang menarik tanganku dan ku dengar suara Rena yang berteriak yang dirirngi suara orang yang jatuh dari tangga aku segera membuka mataku ku lihat Kak Tio sedang memegangku dan langsung menarikku agar menjauh dari anak tangga.

Aku tak bisa melihat apa yang terjadi pada Rena karena tubuhku sudah terlalu lemah untuk bangkit dan kini aku berada dipelukan Kak Tio, ku tatap matanya sambil tersenyum tulus.

"Terima kasih" Kataku yang nyaris tak terdengar, karena semakin lemah sebelum ku menutup mataku kulihat butiran air mata mengalir dari mata kak Tio.

END............................

Gimana menurut kalian seru nggak cerpennya? ada acara penganiayaan segala lagi. Kira - kira mau ada kelanjutannya apa sampai disini saja yak??

Komennya donk :-)

Apa Aira Ramadhani akan mati??



2 comments:

Anonymous said...

Ceritanya sangat bagus dan menarik.. !

Anonymous said...

Please dilanjutin.. blm ending tuh ceritanya..